Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan kredit korporasi di tengah pandemi diharapkan menjadi sinyal baik bagi pemulihan ekonomi nasional.
Dalam paparan kinerja kuartal I/2021 yang dilakukan secara virtual, PT Bank Central Asia Tbk. menyampaikan kenaikan kredit korporasi sebesar 0,9% secara year on year menjadi Rp262,6 triliun.
Jika dibandingkan dengan angka pada kuartal sebelumnya sebesar Rp255,12 triliun, maka kredit korporasi di kuartal I/2021 tumbuh 2,9%.
Portofolio kredit korporasi menyumbang hampir separuh atau 44,8% dari total kredit BCA pada kuartal I/2021 yang sebesar Rp586,8 triliun.
Adapun, sisanya sebesar 30,5% merupakan kredit komersial dan UKM, serta 23,7% merupakan kredit konsumer. Kredit komersial dan UMKM turun 6,4% yoy menjadi Rp178,9 triliun, sedangkan kredit konsumer terkontraksi 10% yoy menjadi Rp139,5 triliun.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan pertumbuhan kredit korporasi secara tahunan pada kuartal awal tahun ini patut diapresiasi. Apalagi pada Maret 2020 merupakan periode awal pandemi masuk ke Indonesia.
Baca Juga
Menurutnya, kenaikan kredit di segmen itu menjadi menjadi harapan yang baik bagi pemulihan ekonomi nasional. Adanya pertumbuhan kredit menunjukkan korporasi mulai beraktifitas.
Dengan semakin bergairahnya segmen korporasi, mereka dapat merekrut banyak tenaga kerja. Trioksa mengatakan korporasi dapat memberikan kontribusi terhadap pengurangan pengangguran yang tentunya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Di sini kita perhatikan BCA masih membukukan pertumbuhan walaupun tipis. Nah ini tentunya ada harapan bahwa segmen korporasi ini sudah mulai kembali beraktivitas," katanya, Kamis (22/4/2021).
Namun, dia menilai pertumbuhan kredit korporasi yang 0,9% secara yoy masih belum begitu mendukung target pertumbuhan ekonomi yang dipasang Presiden Joko Widodo sebesar 7% pada kuartal II/2021. Sehingga, perlu ada dorongan untuk mengungkit pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi.
Kredit korporasi hanya satu bagian dari segmen kredit. Namun masih ada segmen ritel dan UMKM yang juga harus dibenahi. Adanya stimulus yang diberikan pemerintah dan regulator berupa pembebasan PPnBM hingga restrukturisasi kredit, dapat menyasar ke semua segmen mulai dari ritel hingga korporasi.
"Perlu digenjot lagi karena targetnya [pertumbuhan ekonomi] cukup tinggi. Ini yang harus menjadi perhatian, jangan sampai stimulus itu dicabut. Pak Jokowi di kuartal II targetnya bisa mencapai 7%, dibandingkan China yang bisa sampai 18%. Menurut saya, masih perlu banyak yang harus dilakukan untuk mengejar target pertumbuhan dari pemerintah,"imbuhnya.
Lebih lanjut, adanya gelombang kedua di India juga akan menjadi PR baru bagi pemerintah. "Apakah pembatasan akan kembali dilakukan atau akan ada pelonggaran," ujarnya.