Bisnis.com, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek menyiapkan sejumlah skenario pengelolaan investasi dalam menghadapi bayang resesi 2023.
Anggoro Eko Cahyo, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan mengatakan menghadapi gejolak BPJamsostek antisipatif dan dinamis dalam mengelola portofolio, namun ketersediaan dana dan hasil yang memadai untuk memenuhi liabilitas baik jangka pendek maupun jangka panjang tetap menjadi penggerak utama pengelolaan portofolio di BPJS Ketenagakerjaan.
“Fokus BPJS Ketenagakerjaan adalah bagaimana kita bisa mengantisipasi dan mengelola portofolio dengan baik, serta risk management-nya harus kuat. Intinya adalah bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan baik jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR pada Selasa (15/11/2022).
Terkait strategi dalam menghadapi resesi, Anggoro menyampaikan bahwa sejak akhir 2021, BPJS Ketenagakerjaan sudah mulai memfokuskan pada penempatan portofolio yang lebih bersifat jangka pendek, seperti deposito.
“Karena [deposito] setiap ada pergerakan suku bunga maka kita akan bisa menikmati kenaikan suku bunga itu karena penempatan itu jangka pendek,” ujarnya.
Selain itu, kata Anggoro, penempatan jangka pendek ini juga merupakan bagian dari BPJS Ketenagakerjaan dalam mengelola likuiditas untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dan suku bunga. “Jangan sampai kalau terjadi peningkatan klaim, likuiditas kita terbatas,” imbuhnya.
Baca Juga
Tak hanya itu, pada awal 2022, BPJamsostek memiliki deposito sebesar Rp100 triliun atau hampir 20 persen dari dana kelolaan sebagai bentuk antisipasi kenaikan inflasi dan suku bunga.
Selain penempatan bersifat jangka pendek, BPJS Ketenagakerjaan juga sudah mulai melakukan pembelian surat utang negara (SUN) dengan tenor pendek untuk mengantisipasi kondisi suku bunga yang semakin tinggi. Adapun, BPJS Ketenagakerjaan memprediksi bahwa suku bunga baru akan mencapai puncaknya pada semester I/2023.
“Kami menggunakan tenor pendek karena kami memprediksi kondisi dan suku bunganya semakin meningkat, maka tenor jangka pendek ini mudahkan juga untuk mencairkan dan masuk lagi dengan yield yang lebih bagus,” terangnya.
Adapun strategi yang ketiga adalah melakukan preservation of capital. Dalam kondisi yang bergejolak, preferensi BPJamsostek lebih condong kepada preservation of capital daripada chasing return. Strategi ini sejalan dengan sikap mayoritas investor global yang saat ini condong kepada penempatan jangka pendek dan stay liquid serta menghindari aset-aset berisiko seperti harga di pasar saham.
Sementara itu, untuk Jaminan Hari Tua (JHT) juga masuk ke dalam instrumen jangka panjang dan jangka pendek, sedangkan program Jaminan Pensiun (JP) berada di kategori jangka panjang.
“Tetapi aset alokasinya kita melihat bagaimana tren pasar hari ini suku bunga meningkat dan obligasi meningkat, maka aset lokasi kita kita arahkan ke sana. Tetapi kita ambil tenor jangka pendek karena kita mau melihat pergerakan-pergerakan,” pungkasnya.