Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BBTN Cerita Konsep di Balik Penghapusan Pajak Properti 16%

Simak penjelasan BTN mengenai penghapusan pajak properti hingga 16% di bawah Pemerintahan Prabowo-Gibran.
Pekerja beraktivitas di salah satu proyek properti di Tangerang Selatan, Banten. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pekerja beraktivitas di salah satu proyek properti di Tangerang Selatan, Banten. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon L.P. Napitupulu mengisahkan alasan di balik wacana penghapusan pajak properti sebesar 16% pada masa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka

Wacana penghapusan pajak properti awalnya diungkap oleh Hashim Djojohadikusumo, Ketua Satgas Perumahan sekaligus adik presiden terpilih Prabowo Subianto pada pekan lalu.

Skemanya, pemerintah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5% dari harga rumah. Wacana ini disebut bakal bergulir pada 1–3 tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Nixon menuturkan wacana penghapusan pajak properti merupakan usulan yang digulirkan perseroan. Menurutnya, penghapusan PPN dan BPHTB perlu dilakukan guna mewujudkan target pembangunan 3 juta unit rumah oleh pemerintah ke depan.

"Salah satu syarat agar target 3 juta unit rumah dapat tercapai adalah dengan mengurangi biaya-biaya di awal yang selama ini menjadi beban bagi masyarakat untuk memiliki rumah," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (15/10/2024). 

Selain itu, usulan pembebasan pajak bakal menyasar tiga tipe rumah subsidi, yakni Rumah Desa, Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Rumah Urban. 

Nixon menyampaikan bahwa emiten bank pelat merah ini juga mengusulkan pemberian insentif untuk tipe Rumah Urban dalam bentuk premi asuransi atau premi penjaminan yang diharapkan bisa ditanggung oleh negara. 

Jika biaya premi asuransi dihapuskan, maka sekitar 20% dari biaya awal akan hilang sehingga kemampuan masyarakat dalam membeli rumah berpotensi meningkat. 

“Saat ini, yang menyebabkan orang sulit membeli rumah bukanlah DP [Down Payment] melainkan adanya biaya PPN, BPHTB, dan asuransi yang semuanya harus dibayar tunai dan tidak bisa dicicil. Total biaya ini mencapai sekitar 20 – 21%,” kata Nixon. 

Di sisi lain, dia menyatakan pembebasan PPN tidak serta-merta membuat negara kehilangan pendapatan karena nantinya masyarakat akan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya. Dengan demikian, penerimaaan negara tetap terjaga.

“Intinya, pendapatan dari PBB akan terus berkelanjutan setiap tahunnya, sedangkan PPN hanya dibayar sekali. Jadi, idenya adalah mengurangi beban di awal, sehingga masyarakat bisa mencicil dengan lebih ringan untuk membeli rumah,” pungkasnya. 

Seluruh wacana tersebut sejauh ini masih bersifat usulan dan belum menjadi keputusan. Namun, Nixon berharap seluruh biaya tersebut dapat dibebaskan dan target pembangunan 3 juta unit yang diusung Prabowo-Gibran tercapai.  

 _______________

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper