Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsensus BI Rate: BI Pangkas Suku Bunga atau Jaga Stabilitas Rupiah?

Bank Indonesia diperkirakan memangkas BI Rate hari ini. Di sisi lain, analis memandang BI perlu mempertahankan suku bunga untuk menjaga stabilitas rupiah.
Aprianto Cahyo Nugroho,Annasa Rizki Kamalina
Rabu, 21 Mei 2025 | 08:35
Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta pada Kamis (23/11/2023). / Bloomberg-Rosa Panggabean
Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta pada Kamis (23/11/2023). / Bloomberg-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga acuan BI Rate  dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir hari ini, Rabu (21/5/2025).

Ekspektasi pemangkasan ini seiring dengan meredanya tekanan terhadap rupiah dan membaiknya sentimen pasar setelah tercapainya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China, sehingga memberi BI momentum untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang tengah lesu.

Konsensus dalam survei Bloomberg menunjukkan sebanyak 22 dari 35 ekonom memperkirakan BI akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%, sementara sisanya memprediksi mempertahankan suku bunga.

BI telah mempertahankan suku bunga sejak Januari guna meredam tekanan terhadap nilai tukar yang dipicu ancaman tarif dari AS.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai ada momentum yang tepat bagi BI untuk memangkas suku bunga pada RDG bulan ini guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Tekanan eksternal terhadap rupiah telah mereda, sementara inflasi masih dalam kisaran target BI,” jelas Andry seperti dikutip Bloomberg, Rabu (21/5/2025).

Penurunan BI Rate juga dipandang sebagai solusi terhadap ketatnya likuiditas perbankan dan lambannya pertumbuhan kredit. Bulan lalu, BI memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini kemungkinan hanya akan mencapai batas bawah dari target 11%–13%.

“Dengan pertumbuhan yang lemah, yang tak bisa hanya ditopang oleh stimulus fiskal, serta inflasi yang rendah, alasan untuk pelonggaran kebijakan moneter menjadi semakin kuat,” tulis ekonom HSBC Holdings Plc Pranjul Bhandari dan Aayushi Chaudhary.

Di sisi lain, sejumlah ekonom menilai BI masih perlu mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% demi menjaga stabilitas rupiah yang mulai menguat ke bawah Rp16.500 per dolar AS. 

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang meyakini penahanan BI Rate perlu dilakukan karena peningkatan volume FX swap yang menandakan meningkatnya kebutuhan likuiditas dalam sistem perbankan. 

“Untuk saat ini, fokusnya tetap pada stabilitas nilai tukar dan manajemen likuiditas,” ujarnya, Selasa (20/5/2025).

Terlebih Hosianna melihat saat ini terjadi kenaikan term repo—masih terbatas pada tenor 7 hari—yang menunjukkan bahwa BI memilih pelonggaran semu melalui alat jangka pendek, bukan perubahan kebijakan.

Meski demikian, penurunan suku bunga mungkin akan dilakukan pada Juni atau setelahnya—ketika kebutuhan dolar termoderasi—dan tergantung pada bagaimana tekanan eksternal berkembang. 

Utamanya, karena The Fed terus menunda penurunan suku bunganya sendiri, dengan Jerome Powell mencatat bahwa dampak inflasi dari tarif baru Trump belum sepenuhnya tercermin dalam data AS.

Senada, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro berpandangan BI masih perlu menahan suku bunga untuk memperkuat rupiah yang baru memasuki tren menghijau. Pemangkasan paling aman terjadi apabila rupiah telah menguat ke bawah Rp16.000 per dolar AS. 

“Rupiah sekarang masih di level 16.500. Kalau rupiah sudah ke bawah 16.000 baru level amannya bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga,” ujarnya kepada Bisnis

Satria melihat secara fundamental dan teknikal dolar indeks, mata uang rupiah itu tidak menguat signifikan walaupun dolar indeks sudah melemah dengan cukup dalam. 

Membandingkan dengan delapan bulan lalu ketika dolar indeks juga di level 100an, rupiah berapa di level Rp15.400an per dolar AS. Kini, dengan dolar indeks yang sama, rupiah justru di level Rp16.400an per dolar AS. 

Khawatirnya bila BI mengambil langkah pemangkasan lebih dahulu dan lebih cepat ketimbang The Fed, justru dapat menekan rupiah. 

“Itu menurut saya menjadi salah satu faktor yang memperlemahkan nilai tukar sekarang dan membuat nilai tukar rupiah itu under value,” tuturnya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper