Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menahan besaran suku bunga acuan di posisi 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 19—20 November 2024, setelah sempat menurunkan suku bunga acuan pada September 2024 sebesar 25 basis poin (bps) dari 6,25% menjadi 6%. Lantas, bagaimana kondisi suku bunga deposito bank terbaru?
Berdasarkan Laporan Perkembangan Pasar Keuangan yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), suku bunga simpanan perbankan cenderung bergerak turun di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga kebijakan lanjutan.
Rata-rata suku bunga deposito Rupiah (22 days moving average) perbankan turun 3 basis poin (bps) ke level 4,14% pada 31 Oktober 2024 dibandingkan dengan rata-rata bulan sebelumnya.
Adapun, suku bunga deposito di tiap kelompok bank hampir kompak mengalami penurunan. Pada Oktober 2024, terjadi penurunan untuk suku bunga deposito rupiah di kelompok bank dengan modal inti (KBMI) 4 atau bank jumbo, KBMI 3 dan KBMI 1.
Berdasarkan kelompok bank, suku bunga pada KBMI 1 turun 4 bps ke level 4,34%, KBMI 2 stabil pada level 3,98%, KBMI 3 turun 4 bps ke level 3,88%, sementara KBMI 4 turun 12 bps ke level 3,12%.
Pada periode yang sama, suku bunga simpanan valuta asing mengalami penurunan merespons pemangkasan suku bunga kebijakan. Suku bunga valas industri perbankan turun 7 bps ke level 1,96%, sementara penurunan juga terjadi pada seluruh kelompok bank.
Suku bunga KBMI 1 turun 4 bps ke level 2,04%, KBMI 2 turun 4 bps ke level 1,65%, KBMI 3 turun 17bps ke level 2,32%, sementara itu KBMI 4 turun 7 bps ke level 1,75%.
LPS menjelaskan suku bunga simpanan Rupiah dan Valas diperkirakan masih akan mengalami penurunan dengan laju yang cukup terbatas sejalan dengan kondisi likuiditas pasca pemangkasan BI-Rate serta arah pemangkasan suku bunga kebijakan global, termasuk The Fed.
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia meminta masyarakat maupun pelaku usaha bersabar karena tetap membuka ruang penurunan suku bunga acuan BI Rate pada sisa 2024, usai ditahan pada level 6%.
Gubernur Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa inflasi yang rendah diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi di Tanah Air, membuka peluang tersebut.
Meski demikian, pihaknya masih perlu memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan BI Rate lebih lanjut.
"Apakah masih terbuka ruang penurunan suku bunga? Masih terbuka tapi akan sangat tergantung ini [merujuk pada rupiah, inflasi, dan dinamika global], sabar," ujarnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (20/11/2024).
Perry mewaspadai perkembangan dinamika global yang sangat cepat. Untuk itu pihaknya memilih untuk menetapkan kebijakan moneter untuk fokus kepada memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
Pasalnya saat ini rupiah mengalami pelemahan sebagai dampak dari semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di AS.
"Fokusnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Caranya bagaimana? dengan intervensi di pasar valas, optimalisasi SRBI, dan pembelian SBN dari pasar sekunder," lanjut Perry.
Bukan kali ini Perry meminta masyarakat dan pelaku usaha untuk bersabar terkait kebijakan moneter. Pada RDG bulan lalu, Perry meminta berbagai pihak untuk bersabar. Dirinya juga enggan untuk menyampaikan besaran dan kapan waktu pemangkasan BI Rate selanjutnya.