Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KALEIDOSKOP ASURANSI 2024: Pembubaran & Pemulihan Perusahaan Bermasalah

Industri asuransi di Indonesia menghadapi berbagai dinamika sepanjang 2024, mulai dari pembubaran perusahaan bermasalah, hingga pemulihan polis nasabah.
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

6. Klaim Asuransi Kesehatan Melonjak 37,2%

Industri asuransi jiwa di Indonesia mengalami lonjakan tajam dalam klaim asuransi kesehatan. Berdasarkan laporan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), total klaim kesehatan mencapai Rp20,91 triliun hingga kuartal III 2024. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 37,2% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023 yang mencatatkan klaim sebesar Rp15,24 triliun.

Lonjakan tersebut berdampak langsung pada rasio klaim terhadap premi yang diterima industri. Pada paruh pertama 2024, rasio klaim asuransi kesehatan menembus angka 105,7%, mencerminkan tingginya klaim yang melebihi penerimaan premi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan asuransi jiwa harus mengeluarkan pembayaran klaim dalam jumlah lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh dari premi.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri asuransi. AAJI mencatat bahwa beberapa faktor utama yang memicu kenaikan klaim antara lain meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berobat setelah pandemi serta inflasi biaya layanan kesehatan.

Sebagai langkah antisipasi, perusahaan asuransi didorong untuk memperkuat edukasi kepada nasabah dan menerapkan strategi manajemen risiko yang lebih baik guna menjaga stabilitas keuangan dan keberlanjutan bisnis.

7. Unit Linked Masih Tertekan, Produk Tradisional Terus Tumbuh

Pada 2024, industri asuransi jiwa di Indonesia mencatat tren kontras antara produk unit linked dan asuransi tradisional. Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan bahwa pendapatan premi dari produk unit linked mengalami kontraksi sepanjang tahun ini. Hingga kuartal III 2024, premi unit linked tercatat menurun 12,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sebaliknya, produk asuransi jiwa tradisional terus menunjukkan pertumbuhan positif. Premi dari lini tradisional mengalami kenaikan sebesar 18,3% hingga akhir September 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap proteksi murni di tengah ketidakpastian ekonomi dan volatilitas pasar investasi.

AAJI mengungkapkan bahwa penurunan unit linked dipengaruhi oleh regulasi ketat yang diterapkan OJK melalui aturan terbaru terkait transparansi dan tata kelola pemasaran. Sementara itu, asuransi tradisional dianggap lebih stabil dan mudah dipahami oleh nasabah, sehingga tetap menjadi pilihan utama. Ke depan, pelaku industri diharapkan dapat terus berinovasi dan memperkuat edukasi kepada nasabah terkait manfaat serta risiko produk unit linked untuk memulihkan kepercayaan pasar.

8. OJK Pantau Ketat 8 Perusahaan Asuransi dan 14 Dana Pensiun

OJK mencatat masih ada delapan perusahaan asuransi dan reasuransi serta 14 dana pensiun yang berada dalam status pengawasan khusus. Ogi menyatakan pengawasan ini bertujuan mendorong perusahaan-perusahaan tersebut memperbaiki kondisi keuangan mereka guna melindungi hak pemegang polis.

Ogi tidak merinci nama-nama perusahaan yang masuk dalam daftar pengawasan, namun ia menegaskan bahwa pengurangan jumlah dana pensiun dalam pengawasan merupakan sinyal positif. Dibandingkan September 2024, jumlah dana pensiun yang diawasi telah berkurang dari 15 menjadi 14, menyusul persetujuan pembubaran salah satu perusahaan. 

“Ada satu perusahaan yang disetujui untuk membubarkan diri,” kata Ogi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat (13/12/2024).

Di sisi lain, Ogi juga menyoroti isu krusial terkait ketersediaan aktuaris di perusahaan asuransi. Ia mengungkapkan bahwa 10 perusahaan, yang sebagian besar berada dalam pengawasan khusus, belum memenuhi ketentuan terkait aktuaris. 

Namun, dari 146 perusahaan asuransi dan reasuransi yang terdaftar, sebanyak 101 perusahaan telah memenuhi persyaratan ekuitas minimum yang diwajibkan per 2026. Langkah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sektor asuransi dalam jangka panjang.

9. Manulife Berhasil Spin Off UUS 

Pada tahun ini, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia berhasil melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) dan memperoleh izin usaha untuk beroperasi sebagai perusahaan asuransi jiwa dengan prinsip syariah.

Keputusan ini tercatat dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK nomor KEP-76/D.05/2024 pada 4 Oktober 2024. Sebelumnya, pada bulan April 2024, Manulife Indonesia telah mendapat persetujuan OJK untuk melakukan spin-off UUS-nya.

OJK juga mencatat bahwa dari 41 perusahaan yang mengajukan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS), dua perusahaan telah berhasil melakukan spin-off pada 31 Oktober 2024. Salah satunya adalah Manulife Syariah, yang kini menjalankan bisnis asuransi jiwa dengan prinsip syariah.

Selain itu, 29 perusahaan lainnya memilih untuk mendirikan perusahaan asuransi dan reasuransi syariah baru sebagai bagian dari pemisahan UUS mereka. Sementara itu, 12 perusahaan lainnya memilih untuk mengalihkan portofolio UUS mereka ke perusahaan lain yang sudah memiliki izin usaha syariah.

OJK menargetkan seluruh perusahaan asuransi untuk menyelesaikan proses pemisahan UUS dengan tenggat waktu pada Desember 2026. Proses spin-off ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor asuransi syariah di Indonesia, yang memiliki potensi pasar sangat besar, serta untuk memperkuat peran asuransi syariah dalam industri keuangan nasional.

10. Asuransi Wajib TPL 

Pada 2024, wacana mengenai implementasi asuransi wajib kendaraan bermotor atau third party liability (TPL) mulai digulirkan, meskipun implementasinya diperkirakan baru akan terjadi pada semester II 2025. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menjelaskan bahwa meskipun draf peraturan pelaksanaannya sudah ada di Kementerian Keuangan dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), hingga saat ini belum ada keputusan pasti mengenai kapan peraturan tersebut akan diberlakukan.

Budi menyatakan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait implementasi asuransi wajib TPL, dengan tujuan agar kebijakan tersebut tidak membebani masyarakat, mengingat kondisi inflasi yang masih belum terkendali. Meskipun demikian, AAUI telah menyiapkan mekanisme yang sesuai harapan agar program ini dapat diterapkan dengan baik.

Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang belum menerapkan asuransi wajib TPL, dan AAUI berharap program ini dapat terwujud pada 2025. Budi menambahkan bahwa meskipun ada kekhawatiran terkait dampaknya terhadap masyarakat, pihaknya tetap optimis asuransi wajib TPL dapat berjalan sesuai rencana pada semester II 2025.

11. Aset Industri Asuransi Capai Rp1.133,58 Triliun

OJK melaporkan bahwa total aset industri asuransi Indonesia mencapai Rp1.133,58 triliun pada Oktober 2024, mengalami kenaikan 2,98% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa aset ini terdiri dari asuransi komersial yang tercatat sebesar Rp914,03 triliun, naik 4,31% secara tahunan (year-on-year/YoY). 

Sementara itu, aset asuransi non-komersial tercatat Rp219,55 triliun, mengalami penurunan 2,20% yoy.

Dari sisi premi, pendapatan premi asuransi komersial tercatat sebesar Rp271,63 triliun, naik 2,8% yoy. Premi asuransi jiwa mencapai Rp150,53 triliun, tumbuh 2,74% YoY, menunjukkan perbaikan dibandingkan penurunan yang tercatat pada 2023. 

Pada saat yang sama, premi industri asuransi umum, yang mencapai Rp121,10 triliun, juga tumbuh 2,87% YoY, meskipun lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang tercatat lebih tinggi.

Ogi juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ini didukung oleh permodalan yang kuat, dengan industri asuransi jiwa mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 436,70%, dan asuransi umum serta reasuransi mencapai 316,85%. Kedua angka ini masih jauh di atas batas minimum RBC yang ditetapkan OJK sebesar 120%.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper