Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia mengungkap strategi untuk menjaga stabillitas rupiah di tengah berbagai risiko domestik maupun global yang mungkin terjadi sepanjang 2025.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Edi Susianto mengklaim saat ini bank sentral selalu berada di pasar untuk menjaga keseimbangan supply demand di pasar agar market confidence terhadap rupiah tetap terjaga. Sebagai gambaran, kurs tengah Bank Indonesia hari ini berada pada level Rp16.317 per dolar AS.
Di sisi lain, suku bunga acuan BI Rate tetap dijaga pada level 6% dengan tetap melihat ruang pemangkasan pada 2025.
“Upaya-upaya menjaga daya tarik instrumen rupiah dan valas melalui SRBI, SVBI, SUVBI, dan TD valas DHE,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (3/1/2025).
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa surat berharga milik Bank Indonesia. Dalam menarik dolar menggunakan SRBI, bank sentral menjaga peningkatan imbal hasil dari instrumen tersebut khususnya Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 13 Desember 2024 tercatat meningkat menjadi masing-masing pada level 7,14%, 7,17%, dan 7,24%, dan disebut tetap menarik untuk mendukung aliran masuk modal asing.
Baca Juga
Hingga 16 Desember 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp940,67 triliun, US$2,08 miliar, dan US$386 juta.
Edi menyebut penerbitan SRBI telah mendukung upaya peningkatan aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri dan penguatan nilai tukar rupiah.
Selain langkah-langkah tersebut, Edi menyebutkan untuk menjaga stabilitas moneter, bank sentral juga akan menjaga likuiditas rupiah sesuai dengan kebutuhan. Bank Indonesia juga akan terus koordinasi dan komunikasi baik dengan otoritas lain maupun pelaku pasar.
Sejalan dengan hal tersebut, pihaknya akan terus mencermati beberapa faktor yang dapat berpotensi menahan penguatan rupiah. Mulai dari pertumbuhan ekonomi Eropa dan China yang diperkirakan melambat dan potensi geopolitik di beberapa negara.
Secara umum, Ekonom PT Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang menilai strategi BI tersebut sudah tepat tanpa harus memaksakan penurunan suku bunga BI Rate maupun intervensi berlebihan pada nilai tukar.
Sementara di tengah risiko ekonomi domestik, utamanya isu pelemahan daya beli, insentif fiskal yang sudah mulai berlaku diharapkan mendorong pulihnya konsumsi domestik pada semester I/2025.