Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bakal mendukung likuiditas perbankan terkait pembiayaan program 3 juta rumah yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan bahwa salah satu bentuk dukungan itu dilakukan melalui pengoptimalan penerbitan instrumen efek beragun aset surat partisipasi (EBA-SP).
“Potensi mengoptimalkan EBA-SP ini masih sangat besar. Oleh karena itu, OJK bersama stakeholder terkait akan terus memperkuat dan merumuskan antara lain penyempurnaan EBA-SP di pasar modal,” katanya dalam konferensi pers virtual, Selasa (14/1/2025).
Lebih lanjut, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa likuiditas perbankan per November 2024 terbilang memadai dalam mengantisipasi peningkatan penyaluran kredit untuk mendukung program prioritas pemerintah tersebut.
Menurut Dian, bank senantiasa diminta untuk tetap memenuhi manajemen risiko dalam aktivitas operasional, terutama saat berpartisipasi dalam program pemerintah.
Dia menerangkan bahwa EBA-SP merupakan surat berharga yang terdiri dari sekumpulan KPR yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi, sehingga menjadi instrumen investasi pendapatan tetap yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder.
“EBA-SP ini merupakan instrumen yang dapat melengkapi sumber pendanaan dan menjamin stabilitas likuiditas bank,” tuturnya.
Hingga 13 Januari 2025, Dian menyebutkan terdapat 9 EBA-SP dengan nilai Rp2,21 triliun yang diperdagangkan. Selain itu, upaya lain untuk menjamin likuiditas bank dikoordinasikan bersama Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
“Karena ada kebijakan moneter dan kebijakan fisikal yang akan terkait dengan isu-isu ini,” tandas Dian.
Adapun, persoalan likuiditas disinyalir menjadi tantangan perbankan dalam memperluas pembiayaan terkait program 3 juta rumah.
Lebih lagi, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyatakan telah membahas rencana peningkatan porsi perbankan pada program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Ara, sapaan akrabnya, mengeklaim bahwa pihaknya sedang menyiapkan legalitas dan formulasi perhitungan agar perbankan sebagai penyalur KPR FLPP siap dengan perubahan proporsi tersebut.
“Jika sebelumnya komposisi anggaran FLPP dari porsi APBN dan perbankan yaitu 75:25, saya ingin porsi dana APBN dengan perbankan diharapkan bisa diubah menjadi 50:50,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (5/1/2025).
Lebih lanjut, rencana peningkatan porsi perbankan itu dilakukan untuk meningkatkan output penyaluran KPR FLPP dari 220.000 unit menjadi lebih dari 300.000 unit, tanpa penambahan alokasi APBN.
Dengan demikian, meskipun penyaluran kuota meningkat, dia mengeklaim bahwa pemerintah tetap dapat melakukan penghematan dan tidak membebani APBN.