Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan asuransi jiwa PT Asuransi Ciputra Indonesia (CiputraLife) menyambut baik program tiga juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang digagas pemerintah.
Direktur Ciputra Life, Listianawati Sugiyanto, menilai program ini tidak hanya meningkatkan akses perumahan bagi masyarakat, tetapi juga memberikan peluang positif bagi pertumbuhan industri asuransi jiwa kredit (AJK). Menurut Listianawati, produk AJK sangat relevan dalam mendukung program tersebut.
“Sebagai bagian dari mitigasi risiko baik dari sisi bank maupun dari sisi nasabah debitur KPR, nasabah debitur KPR tersebut perlu untuk dilindungi oleh AJK. Sehingga, melalui program tiga juta rumah ini, tentu akan berdampak positif terhadap penerimaan premi dari produk AJK sendiri,” kata Listi kepada Bisnis pada Sabtu (25/1/2025).
Adapun produk AJK merupakan produk asuransi yang memberikan perlindungan jiwa kepada debitur kredit, salah satunya adalah debitur KPR, sebagai tertanggung, sehingga apabila debitur tersebut tutup usia, maka pihak asuransi yang akan melakukan pelunasan outstanding kredit debitur kepada Bank/Lembaga Keuangan pemberi kredit.
Menyoroti prospek produk AJK pada 2025, Listi optimistis dengan perkembangan positif yang akan terjadi, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tinggi di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Dengan target pertumbuhan ekonomi tinggi yang dicanangkan oleh pemerintahan ditambah dengan berbagai stimulus ekonomi seperti insentif PPN DTP bagi pembelian rumah maupun mobil, serta program tiga juta rumah, kami sangat optimis bahwa prospek produk AJK pada tahun 2025 sangat baik,” ungkapnya.
Baca Juga
Dia juga menyebutkan adanya dukungan regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti diberlakukannya POJK 20 tentang asuransi kredit, suretyship, dan asuransi jiwa kredit pada Desember 2024. Regulasi ini diharapkan dapat meningkatkan tata kelola produk AJK sehingga memberikan perlindungan optimal bagi debitur maupun lembaga penyalur kredit.
Namun demikian, Listianawati tidak menutup mata terhadap tantangan dalam pengembangan produk AJK.
Menurutnya, salah satu tantangan perusahaan asuransi jiwa dalam mengembangkan produk AJK adalah penyelarasan kepentingan antara pihak bank/Lembaga Keuangan sebagai penyalur kredit dan sekaligus pemegang polis serta penerima manfaat, pihak debitur kredit sebagai tertanggung, dan pihak asuransi sebagai penjamin dan pengelola risiko.
Dia menjelaskan bahwa pihak bank menginginkan proses penyaluran kredit berjalan cepat dan nyaman bagi nasabah, sementara debitur berharap syarat yang mudah dengan proses persetujuan cepat.
Di sisi lain, perusahaan asuransi membutuhkan kehati-hatian dalam proses penerimaan nasabah untuk mengelola risiko secara optimal.
“Ketiga kepentingan yang berbeda ini tentunya perlu diselaraskan dan dituangkan dalam ketentuan-ketentuan polis AJK, serta proses dan ketentuan underwriting produk AJK,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah berencana membentuk konsorsium asuransi jiwa dan asuransi umum untuk proyek pembangunan tiga juta rumah bagi MBR. Terkait hal ini, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pun menyambut positif inisiatif pemerintah ini.
Direktur Eksekutif AAJI, Togar Pasaribu, mengatakan program konsorsium tersebut dapat memperluas jangkauan dan peran industri asuransi jiwa, terutama untuk menjangkau segmen masyarakat yang sebelumnya belum terlayani oleh produk asuransi.
“Secara prinsip, industri asuransi jiwa mendukung penuh terhadap program konsorsium MBR tersebut karena dipercaya dapat memperluas peran asuransi,” kat Togar kepada Bisnis, pada Senin (20/1/2025).
Selain itu, lanjut Togar, industri asuransi jiwa melihat peluang ini dapat memperluas portofolio asuransi, khususnya kepada segmen yang belum terjangkau seperti MBR. Pihaknya pun berharap dengan diberlakukannya proyek ini, tingkat penetrasi asuransi yang masih rendah bisa bertumbuh. Dalam rencana ini, Togar mengatakan OJK akan menunjuk lead entity atau pemimpin konsorsium untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan operasional.
Lead entity akan bertanggung jawab atas pembagian risiko, pengelolaan premi, hingga penanganan klaim. Namun, OJK juga memberikan syarat tegas bahwa hanya perusahaan asuransi dengan kondisi keuangan yang sehat yang diizinkan bergabung dalam konsorsium ini.
“Sesuai himbauan OJK, perusahaan asuransi yang dapat mengikuti konsorsium hanya perusahaan dengan kondisi keuangan yang sehat,” tegas Togar.