Bisnis.com, JAKARTA - Pasar-pasar utama ASEAN yang berkembang pesat dengan potensi besar merupakan peluang yang tak boleh dilewatkan bagi pelaku bisnis business-to-consumer (B2C) yang ingin mengembangkan usahanya.
Menurut konsultan BCG, Asia Tenggara pada tahun 2024 adalah rumah bagi sekitar 245 juta konsumen berpenghasilan menengah dan 85 juta pembeli berpenghasilan menengah ke atas. Seiring dengan berlanjutnya pembangunan ekonomi, lebih dari 415 juta individu Asia Tenggara diproyeksikan akan masuk ke dalam definisi tersebut pada tahun 2030 -- lebih banyak dari seluruh populasi AS.
Di 10 negara anggota ASEAN, konsumsi sudah menjadi pendorong utama aktivitas ekonomi. Pengeluaran konsumsi akhir menyumbang lebih dari 90% PDB di Filipina, lebih dari 70% di Indonesia, Malaysia, dan Thailand, serta lebih dari 60% PDB di Vietnam.
Integrasi regional juga mendorong konsumsi di ASEAN. Mobilitas orang dan modal yang makin mudah meningkatkan pengeluaran untuk pariwisata, layanan bisnis, dan e-commerce. Ekonomi intra-ASEAN menyumbang 42,4% kedatangan pengunjung dan 22,1% dari seluruh ekspor pada 2023.
Digitalisasi membuka akses yang lebih luas ke basis konsumen ASEAN. Penetrasi internet mencapai 75,9% dengan rasio 128 ponsel per 100 penduduk.
Ekonomi digital di enam negara terbesar ASEAN -- Indonesia, Thailand, Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina -- bernilai US$218 miliar pada 2023 dan diproyeksikan mencapai US$600 miliar pada 2030.
Meski demikian, karakteristik pasar sangat beragam. Di Thailand, hampir 50% belanja bahan makanan dilakukan di toko modern, sementara di Vietnam hanya 12% dengan dominasi warung tradisional. Indonesia memimpin pengguna TikTok global dengan 157,6 juta pengguna, mengungguli AS yang memiliki 120,5 juta pengguna.
Metode pembayaran juga bervariasi, dengan e-wallet dan jaringan pembayaran real-time berkembang pesat lintas negara. Di lima dari enam pasar ASEAN terbesar, uang tunai masih dominan untuk transaksi offline, kecuali Singapura yang lebih banyak menggunakan kartu kredit.
Tantangan operasional seperti logistik dan regulasi lokal perlu diatasi pelaku bisnis. Jaringan distribusi yang luas dan kemampuan merespons permintaan dengan cepat menjadi kunci. Kompetisi ketat antara merek lokal dan global, ditambah tekanan inflasi dan suku bunga tinggi, membuat konsumen lebih sensitif terhadap harga.
Secara khusus bagi Indonesia, Pasar ASEAN selalu membuka peluang dalam meningkatkan perdagangan dan memperkuat basis produksi dan investasi.
Sebagai salah satu kawasan dengan pertumbuhan pasar internet yang pesat dengan 460 juta pengguna internet aktif, potensi besar ASEAN juga mendorong belanja daring atau online spending kolektif di Asia Tenggara yang diproyeksi tumbuh tiga kali lipat menjadi US$330 miliar pada 2025, bahkan berpotensi menyentuh US$1 triliun pada 2030.
Proyeksi yang masuk dalam laporan Asean Matters for America, America Matters for Asean Edisi ke-6 yang dirilis pada akhir 2023 tersebut juga mengindikasikan bahwa belanja ritel online menguasai 11% pangsa dari total belanja di enam negara ASEAN.
Kolaborasi pemerintah dan dunia bisnis telah turut mendukung perkembangan ekonomi Internet di kawasan. ASEAN menjadi salah satu wilayah yang mayoritas populasinya memprioritaskan komunikasi seluler di mana sebanyak hampir 934 juta pengguna seluler merupakan pelanggan aktif.
Menurut laporan yang sama, pengadopsian perdagangan elektronik atau e-commerce yang makin meluas di lingkup perkotaan dan pinggiran kota menciptakan tren di mana lebih dari 20 juta pedagang telah mengandalkan platform e-commerce untuk mendukung transaksi perdagangan. Pembayaran digital bahkan memacu ekonomi digital yang diproyeksi meningkat hampir US$100 miliar hingga US$806 miliar per tahun.
Dengan berbagai potensi yang ada tersebut, Indonesia memiliki peluang di pasar digital ASEAN dalam menguasai nilai transaksi ekonomi digital dan menjadi salah satu tujuan investasi digital terbesar di kawasan.
Di samping itu, Indonesia juga berkesempatan mengakselerasi pertumbuhan transaksi e-commerce, memperluas layanan keuangan digital yang mencakup pembayaran online dan model bisnis finansial lainnya hingga meningkatkan daya saing di tataran global.
HSBC, dengan pengalaman lebih dari 130 tahun di enam pasar ASEAN terbesar, menawarkan solusi komprehensif bagi bisnis.
Bagi bisnis yang berhadapan langsung dengan konsumen, HSBC Omni Collect menawarkan solusi terpadu yang mendukung penagihan dari penjualan di toko dan e-commerce melalui berbagai saluran pembayaran, yang memungkinkan bisnis untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dengan menawarkan lebih banyak opsi pembayaran, dan memantau transaksi daring untuk mengidentifikasi tren penjualan baru.
Melalui HSBC Omni Collect, perusahaan menyediakan solusi terpadu untuk penagihan dari penjualan offline dan e-commerce. Bank ini juga meluncurkan Dana Pertumbuhan ASEAN senilai US$1 miliar pada 2024 untuk mendukung bisnis ekonomi baru.
“Pengelolaan invoice yang dilakukan secara manual, sering kali menyulitkan dalam pencocokan dan identifikasi transaksi sehingga mengganggu kelancaran operasional. Namun, setelah mengimplementasikan Omni Collect, kami merasakan solusi end-to-end yang terintegrasi. Solusi ini memperlancar proses invoicing kami sehingga mempercepat penjualan dan pengiriman produk. Kini kami bisa melakukan rekonsiliasi invoice secara otomatis untuk mengoptimalkan arus kas.