Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Sebut Perusahaan Asuransi Perlu Investasi Besar untuk Sistem Deteksi Fraud

Pengamat menilai perusahaan asuransi memerlukan kesiapan modal yang besar untuk mengembangkan sistem IT yang dapat mendeteksi potensi fraud klaim medis.
Ilustrasi asuransi kesehatan. / dok. Freepik
Ilustrasi asuransi kesehatan. / dok. Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menilai perusahaan asuransi memerlukan kesiapan modal yang besar untuk mengembangkan sistem IT yang dapat mendeteksi potensi fraud klaim asuransi medis.

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.

Rancangan regulasi tersebut mengatur bahwa perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kesehatan wajib memiliki Medical Advisory Board (MAB) dan sistem informasi yang dapat mendeteksi potensi fraud klaim asuransi medis.

Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Wahyudin Rahman mengatakan implementasi sistem IT yang dapat mendeteksi potensi fraud tersebut butuh dana investasi yang besar.

"Saya rasa untuk MAB beberapa perusahaan terutama asuransi jiwa sudah siap. Namun, memang perlu ditingkatkan bagi perusahaan yang belum punya dengan tenggang waktu. Sedangkan untuk IT yang dapat mendeteksi fraud  ini sangat bagus namun memerlukan investasi besar. Jadi perlu bertahap implementasinya," kata Wahyudin kepada Bisnis, dikutip Rabu (12/3/2025).

Selain standar baru terkait SDM dan sistem informasi yang lebih mutakhir, dalam RSEOJK ini juga memuat ketentuan bahwa produk asuransi kesehatan yang memberikan manfaat rawat jalan harus menerapkan pembagian risiko (co-insurance) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar 10% dari total klaim.

Wahydin menilai bahwa asosiasi asuransi dan pelaku industri kemungkinan akan memberikan masukan terkait fleksibilitas dalam penerapan co-insurance agar tetap kompetitif bagi konsumen tanpa mengurangi efektivitas pengendalian biaya. 

"Kedua, terkait MAB dan sistem IT, masukan bisa berupa permintaan tahapan implementasi yang realistis dan dukungan regulasi agar investasi teknologi dan SDM bisa lebih terjangkau," ujarnya.

Ketiga, sambung Wahyudin, perusahaan asuransi juga dapat mengusulkan mekanisme evaluasi periodik terhadap regulasi ini untuk memastikan efektivitasnya dalam meredam inflasi medis tanpa menghambat akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.

Sebelumnya, Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK menjelaskan bahwa dalam implementasi sistem informasi yang dapat mendeteksi fraud dan penyediaan SDM untuk sistem MAB perusahaan asuransi dapat bekerja sama dengan pihak ketiga (TPA).

Dalam RSEOJK dijelaskan bahwa penyedia layanan administrasi pihak ketiga atau third party administrator (TPA) ini adalah entitas independen yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah untuk mengelola administrasi dan klaim asuransi.

Sebelum rancangan regulasi ditetapkan, OJK juga menjaring aspirasi dan masukan dari para pelaku usaha dan stakeholders lainnya.

Masukan dari industri sudah kami rangkum dan beberapa masukan sudah kami masukkan dalam perbaikan draft regulasi. Rencananya draft yang sudah diperbaiki akan dikonsultasikan sekali lagi dengan industri dan stakeholders lainnya untuk mendapatkan masukan," ujar Iwan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper