Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat piutang pembiayaan syariah pada Januari 2025 mengalami pertumbuhan sebesar 9,96% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp27,92 triliun.
Pertumbuhan tersebut didukung oleh peningkatan pembiayaan investasi dan pembiayaan jasa. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya OJK, Agusman, mengatakan bahwa tren positif ini diperkirakan masih akan terus berlanjut sepanjang tahun 2025.
“Pembiayaan syariah diperkirakan masih akan terus tumbuh positif pada tahun 2025,“ kata Agusman dalam jawaban tertulisnya dikutip, Sabtu (15/3/2025).
Agusman mengatakan salah satu faktor pendorong utama pertumbuhan adalah diversifikasi serta penambahan produk pembiayaan syariah baru yang saat ini tengah diajukan oleh beberapa perusahaan pembiayaan.
Pada tahun lalu, OJK mencatat piutang pembiayaan syariah mengalami pertumbuhan sebesar 10,11% YoY menjadi Rp27,43 triliun. Peningkatan ini juga didukung oleh kenaikan pembiayaan investasi serta pembiayaan jasa yang terus mengalami pertumbuhan.
Secara keseluruhan, OJK mencatat piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh sebesar 6,04% YoY pada Januari 2025.
Baca Juga
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Desember 2024 yang tercatat sebesar 6,92% YoY. Total piutang pembiayaan mencapai Rp504,33 triliun, didorong oleh pertumbuhan pembiayaan investasi yang naik 10,77% YoY.
Dari sisi risiko, profil perusahaan lembiayaan tetap terjaga dengan rasio Non Performing Financing (NPF) gross sebesar 2,96% pada Januari 2025, sedikit meningkat dibandingkan Desember 2024 yang sebesar 2,70%.
Sementara itu, NPF net tercatat sebesar 0,93%, naik dari 0,75% pada bulan sebelumnya. Adapun gearing ratio perusahaan lembiayaan mengalami penurunan menjadi 2,21 kali pada Januari 2025, dari sebelumnya 2,31 kali di Desember 2024, dan masih jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan sebesar 10 kali.
Namun, OJK mencatat masih terdapat empat dari 146 Perusahaan Pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan kewajiban ekuitas minimum Rp100 miliar.