Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa setiap perusahaan asuransi wajib memiliki aktuaris internal sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.05/2016. Namun, hingga 25 Februari 2025, masih ada lima perusahaan asuransi yang belum memenuhi ketentuan ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (KE PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, mengingatkan bahwa perusahaan yang tidak segera memenuhi ketentuan tersebut berisiko terkena sanksi administratif.
“OJK terus memonitor pelaksanaan supervisory action sesuai ketentuan bagi perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut, seperti peningkatan sanksi peringatan yang sebelumnya telah diberikan serta permintaan rencana tindak atas pemenuhan aktuaris perusahaan,” kata Ogi dalam keterangannya dikutip pada Jumat (21/3/2025).
Sesuai dengan aturan yang berlaku, sanksi yang dapat diberikan kepada perusahaan yang tidak memiliki aktuaris meliputi peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha. OJK juga dapat membatasi kegiatan usaha bagi perusahaan yang tidak segera memenuhi ketentuan ini.
Ogi menambahkan bahwa OJK terus berkoordinasi dengan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) sebagai lembaga penerbit sertifikasi aktuaris untuk memastikan ketersediaan tenaga aktuaris di industri asuransi.
“Aturan ini dibuat agar industri asuransi dapat tumbuh sehat dengan pengelolaan risiko dan kekayaan yang memadai,” tegasnya.
Baca Juga
Pada Desember 2024, jumlah perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris tercatat sebanyak sembilan.
Seperti diketahui, selain kewajiban regulasi, memiliki aktuaris in-house berfungsi untuk pengelolaan risiko yang lebih akurat.
Aktuaris internal akan rutin bertugas menghitung kewajiban jangka panjang perusahaan asuransi, seperti cadangan teknis dan premi yang harus dibayarkan di masa depan. Keberadaan aktuaris internal juga untuk memberikan analisis yang cepat dan lebih terfokus pada strategi perusahaan dibandingkan jika hanya mengandalkan konsultan eksternal.
Industri asuransi nasional sendiri terus bertumbuh yang membuat pengelolaan risiko menjadi keharusan. OJK mencatat aset industri asuransi per Januari 2025 mencapai Rp1.146,47 triliun atau naik 2,14% secara tahunan (year on year/YoY) dari posisi yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu Rp1.122,43 triliun.
Dari sisi asuransi komersil, total aset mencapai Rp925,91 triliun atau naik 2,53 persen YoY. Adapun kinerja asuransi komersil berupa pendapatan premi pada periode Januari 2025 sebesar Rp34,76 triliun, atau turun 4,10% YoY, terdiri dari premi asuransi jiwa yang tumbuh sebesar 10,39% YoY dengan nilai sebesar Rp19,14 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi terkontraksi 17,40% YoY dengan nilai sebesar Rp15,62 triliun.
Secara umum, permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid, dengan industri asuransi jiwa serta asuransi umum dan reasuransi secara agregat mencatatkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 448,18% dan 317,77%. Angka tersebut berada di atas threshold yang ditetapkan yakni sebesar 120%.