Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank DKI dikabarkan sedang bersiap melaksanakan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO).
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sebelumnya membeberkan soal peluang bank pembangunan daerah tersebut untuk melantai di Bursa Efek Indonesia alias BEI. Dia bahkan meminta OJK Jabodetabek mengawal rencana IPO Bank DKI dan pengembangan sistem keuangan daerah yang sehat dan inklusif untuk menjalankan fungsi pengawasan dan advisory secara optimal.
Sementara Direktur Utama Bank DKI Agus H. Widodo bahkan menyebut perusahaan sedang masuk dalam proses assessment fundamental perseroan. Namun demikian, memang dirinya belum memastikan secara detail kapan IPO tersebut akan berlangsung.
Diberitakan sebelumnya, Bank DKI sebenarnya sudah mendapatkan izin prinsip penawaran saham perdana ke publik dari 2023. Namun, seiring dengan kondisi di tahun politik, dikatakan bahwa IPO siap digelar pada tahun ini.
Pada tahun lalu, Amirul Wicaksono yang tengah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama Bank DKI, mengatakan bahwa bank tersebut telah mendapatkan izin prinsip IPO pada kuartal I/2023. Menurutnya, dalam menjalankan IPO lintasan waktu atau timeline harus sesuai.
"Kondisi tidak mendukung, maka waktu ini ditunda. Sekarang kan, kalau IPO kan waktunya juga harus pas gitu ya. Nah, berhubung tahun politik 2024 ini, jadi memang kami menunda," katanya setelah acara Mid Year Banking and Economic Outlook Infobank pada Selasa (2/7/2024) di Jakarta.
Mengutip Bloomberg, Bank DKI disebutkan telah merancang IPO dengan target membidik dana segar sekitar US$150—US$200 juta atau setara Rp2,26 triliun hingga Rp3,01 triliun.
Sumber Bloomberg yang mengetahui rencana tersebut menyatakan Bank DKI bekerja sama dengan PT BCA Sekuritas dan PT CIMB Niaga Sekuritas Indonesia dalam potensi IPO di Bursa Efek Indonesia.
Kinerja Keuangan Bank DKI pada 2024
Kinerja keuangan konsolidasian Bank DKI mengalami koreksi pada 2024. Berdasarkan laporan keuangan, laba bersih tahun berjalan turun menjadi Rp779,09 miliar dari sebelumnya Rp1,02 triliun di akhir 2023. Artinya penurunan laba Bank DKI sebesar 23,62% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Melansir laporan keuangan Bank DKI, penurunan ini disebabkan adanya penurunan nilai atau disebut dengan impairment loss yang meningkat.
Secara terperinci Bank DKI mencatat beban kerugian penurunan nilai aset (impairment loss) sebesar Rp346,39 miliar pada 2024. Angka ini melonjak dari Rp180,94 miliar pada 2023, atau meningkat sebesar 99,8% secara tahunan.
Hal ini sejalan dengan meningkatnya kredit bermasalah atau non-performing loan. NPL membengkak jadi 2,54% hampir mendekati 3% dari sebelumnya yaitu 1,76% yang artinya adanya tekanan dari kualitas kredit. Selain itu, NPL net juga naik dari 0,58% ke 1,06%.
NPL gross merupakan total kredit bermasalah, termasuk bunga yang belum dibayar dan biaya lainnya, sedangkan NPL net yaitu NPL gross yang telah dikurangi cadangan kerugian pinjaman yang dialokasikan oleh bank.
Kemudian adanya penurunan efisiensi operasional. Dalam laporan keuangan BOPO naik dari 78,03% ke 84,98%. Cost to Income Ratio (CIR) juga naik dari 56,85% ke 62,27%, hal ini menandakan tekanan pada struktur biaya.
Dari sisi pendapatan operasional, pada 2023 Bank DKI mencatat pendapatan operasional lainnya sebesar Rp563,56 milia menjadi Rp572,25 pada 2024. Namun Bank DKI mencatatkan penurunan beban operasional lainnya menjadi Rp632,34 miliar di 2024, dibandingkan sebelumnya Rp4,01 triliun pada 2023.
Namun demikian, nilai aset konsolidasian Bank DKI mengalami pertumbuhan. Total aset per 31 Desember 2024 Bank DKI yaitu Rp82,37 triliun, naik 0,83% dibandingkan periode Desember 2023 yaitu Rp83,06 triliun.
Syarat IPO
Melihat kondisi tersebut, Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan rencana IPO Bank DKI sejatinya ada beberapa syarat bagi bank untuk IPO. Seperti bank harus mendaftar dulu ke BEI dan minta persetujuan OJK terlebih dahulu. Bahkan rencana IPO itu wajib sudah tercantum dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) pada 2025 ini.
"Namun ada syarat lain yakni bahwa bank wajib memiliki kinerja baik dan stabil, juga rencana bisnis bank," kata Paul kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).
Paul menegaskan Bank DKI setidaknya harus berbenah dari segi kinerja. Apalagi rencana IPO berarti perusahaan harus siap menjadi perusahaan publik. "Syarat tersebut agaknya bisa menjadi kendala kunci bagi bank tersebut untuk IPO dalam waktu dekat," tuturnya.
Selain itu Pengamat perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto menegaskan kinerja perusahaan dan harus dibenahi sebelum melangsungkan IPO. "Dalam kondisi keuangan seperti itu, jangan IPO dulu," katanya kepada Bisnis.
Sebagai informasi, Bank DKI saat ini berstatus sebagai Bank Umum Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) II. Melansir dari situs resmi Bank DKI pada Minggu (20/4/2025), mayoritas saham dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar 99,98%, dan sisanya 0,02% dimiliki Perumda Pasar Jaya.