Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hasil Investasi Asuransi Sampai Minus, Pengamat Dorong Rebalancing Adaptif Diterapkan

Rebalancing adaptif tidak terikat watu namun dilakukan sebagai respons perubahan di dalam pasar keuangan.
Ilustrasi manajer mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ilustrasi manajer mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan mencatat investment yield asuransi umum per Februari 2025 hanya sebesar 0,90%, bahkan di industri asuransi jiwa -1,19%. Kondisi ini menuntut para pelaku bisnis untuk lebih kreatif menjaga perbandingan investasi dan kewajiban agar tidak merugikan nasabah.

Wahyudin Rahman, praktisi manajemen risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) menjelaskan tantangan utama industri asuransi dalam mengelola portofolio investasi mereka terletak pada volatilitas pasar modal, risiko mismatch antara aset dan kewajiban, serta keterbatasan kapasitas investasi di internal perusahaan menjadi tantangan. 

"Untuk menghadapi tekanan return yang rendah, perusahaan asuransi dapat memperkuat investasi jangka panjang di instrumen stabil seperti obligasi korporasi dan sukuk negara. Diversifikasi melalui instrumen berbasis ESG, serta kolaborasi dengan manajer investasi juga penting dilakukan. Evaluasi portofolio secara berkala dan strategi rebalancing yang adaptif akan menjadi langkah mitigasi yang efektif," kata Wahyudin kepada Bisnis, dikutip Senin (5/5/2025).

Rebalancing adaptif mengacu kepada strategi penyesuaian komposisi portofolio investasi secara dinamis dengan mempertimbangkan perubahan kondisi pasar, risiko, dan tujuan investasi. Rebalancing adaptif tidak terikat watu namun dilakukan sebagai respons perubahan di dalam pasar keuangan.

Berdasarkan data statistik OJK, terjadi lonjakan penempatan investasi industri asuransi pada surat berharga negara (SBN) dan obligasi korporasi per Februari 2025. Penempatan investasi di obligasi korporasi oleh asuransi jiwa konvensional tumbuh 28,1% secara year on year (YoY) menjadi Rp45,57 triliun, sedangkan penempatan pada SBN meningkat 44,4% YoY menjadi Rp205,05 triliun.

Sementara itu, penempatan investasi di obligasi korporasi oleh asuransi umum konvensional pada periode tersebut tumbuh 23,2% YoY menjadi Rp12,27 triliun, sedangkan penempatan pada SBN tumbuh 51,6% YoY menjadi Rp43,33 triliun.

Wahyudin menambahkan peluang industri asuransi untuk berkontribusi pada perkuatan pasar modal domestik tetap terbuka lebar meski di tengah tantangan yang ada.

"Diversifikasi portofolio, insentif kebijakan, perluasan pasar dan peran strategis dalam memperkuat perekonomian nasional merupakan daya tarik bagi industri untuk memperluas eksposur di pasar modal," tegasnya.

Wahyudin menegaskan, industri asuransi perlu memperhatikan kesesuaian antara strategi investasi dengan karakter produk yang dimiliki. Selain itu, likuiditas, risiko pasar, serta kepatuhan terhadap regulasi dan PSAK menjadi aspek krusial.

"Penguatan penerapan asset liability management dan stress test menjadi kunci untuk menjaga kesinambungan portofolio," pungkasnya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper