Bisnis.com, JAKARTA — PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (ADMF) atau Adira Finance mencermati pergeseran perilaku masyarakat yang kini lebih memilih pembiayaan kendaraan bekas ketimbang kendaraan baru, di tengah tekanan ekonomi yang melemahkan daya beli.
Perubahan preferensi ini langsung direspons perusahaan dengan penyesuaian strategi bisnis demi menjaga pertumbuhan.
Chief Financial Officer Adira Finance Sylvanus Gani mengatakan pihaknya juga mengamati adanya pergeseran pola preferensi pembiayaan dari konsumen akibat kondisi ekonomi saat ini.
"Konsumen cenderung lebih mempertimbangkan aspek keterjangkauan harga, yang terlihat dari meningkatnya minat terhadap pembiayaan kendaraan bekas dibandingkan kendaraan baru, karena dinilai lebih ekonomis,” kata Sylvanus kepada Bisnis, dikutip Selasa (6/5/2025).
Merespons dinamika tersebut, Adira Finance mengubah pendekatan pasar dengan memperkuat penawaran produk yang relevan, memperluas jaringan distribusi terutama di luar Pulau Jawa, serta mendorong digitalisasi untuk meningkatkan pelayanan dan efisiensi operasional.
Selain sektor otomotif, perusahaan juga mempercepat ekspansi ke lini pembiayaan non-otomotif, seperti multiguna dan alat berat, guna menangkap peluang pertumbuhan baru.
Baca Juga
“Perusahaan terus memperkuat berbagai inisiatif strategis, antara lain mengoptimalkan potensi jaringan distribusi yang luas, memperkuat sinergi dengan grup, serta melakukan ekspansi ke bisnis non-otomotif,” kata Gani.
Meski menghadapi tekanan, sektor otomotif tetap menjadi kontributor utama Adira Finance, menyumbang sekitar 71% dari total pembiayaan baru perusahaan. Namun, perlambatan ekonomi tetap berdampak. Hingga Maret 2025, Adira Finance mencatatkan pembiayaan baru sebesar Rp7,9 triliun, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Jika dibandingkan periode sama tahun lalu, nilai tersebut mengalami penurunan, disebabkan oleh kondisi ekonomi yang masih melemah serta perlambatan penjualan di industri otomotif,” kata Gani.
Untuk menjaga kualitas kredit di tengah kondisi yang menantang, perusahaan telah melakukan penyesuaian manajemen risiko, termasuk pengetatan penyaluran pembiayaan sesuai dengan profil risiko yang disasar, serta memastikan kegiatan koleksi berjalan efektif.
“Perusahaan telah melakukan berbagai penyesuaian strategis dalam manajemen risiko untuk menjaga kualitas kredit dan menekan potensi kenaikan NPF [non performing financing],” tegasnya.
Adira Finance tetap optimistis menargetkan pertumbuhan pembiayaan sebesar 10–15% secara tahunan (year on year/YoY) pada 2025, setelah mencatatkan pembiayaan baru senilai Rp36,6 triliun sepanjang 2024.
Di sisi lain, industri pembiayaan secara nasional memang tengah memasuki fase pelambatan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh 5,92% YoY menjadi Rp507,02 triliun per Februari 2025.
Angka ini melambat dibandingkan Januari 2025 yang tumbuh 6,04% YoY, dan jauh menurun dibandingkan pertumbuhan double digit yang tercapai pada 2023. Sepanjang Desember 2024, piutang pembiayaan tercatat tumbuh 6,92% YoY menjadi Rp503,43 triliun, melambat dari pertumbuhan 13,23% YoY pada Desember 2023.