Bisnis.com, JAKARTA – Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 mencatat indeks inklusi sektor jasa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) turun dari 1,35% menjadi 1,20%.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan hasil tersebut mengindikasikan bahwa semakin berkurang individu yang menggunakan layanan LKM, meskipun secara nilai penyalurannya meningkat.
Huda menilai ada tiga kemungkinan yang menjadi penyebab semakin sedikit pelaku usaha mikro menggunakan layanan pembiayaan LKM. Kemungkinan pertama adalah semakin banyak masyarakat yang berpindah ke lembaga jasa keuangan yang lebih tinggi, seperti perbankan ataupun lembaga pembiayaan.
"Kemungkinan kedua adalah mereka meminjam via pinjaman alternatif seperti pinjaman pribadi ataupun pinjaman daring yang memiliki pangsa pasar yang serupa," kata Huda kepada Bisnis, Selasa (6/5/2025).
Alasan ketiga, lanjutnya, adalah semakin sedikit LKM yang melayani pelaku usaha mikro karena pasarnya tidak lagi potensial. "Saya pribadi, alasan kedua dan ketiga lebih masuk akal di saat kondisi seperti ini," sambungnya.
Ihwal alasan kedua yang dia sebutkan, Huda melihat ada perpindahan pengguna layanan pembiayaan LKM ke pinjaman online karena menyasar pangsa pasar yang sama. Selain itu, masyarakat juga sudah mulai mengenal teknologi di mana proses pengajuan pembiayaan melalui pinjaman online lebih mudah.
Baca Juga
"Namun, saya khawatir masyarakat terjebak ke pinjol ilegal dibandingkan pindar legal," ujarnya.
Sementara dalam faktor pasar tak lagi potensial yang menjadi alasan ketiga LKM ditinggalkan, Huda melihat hal tersebut berkaitan dengan nonperforming loan atau kredit macet yang terus memburuk.
Berdasarkan data OJK, rasio NPL untuk LKM konvensional dari 2019 hingga 2023 berturut-turut adalah sebesar 19,50%, 17,26%, 18,47%, 19,25%, dan memburuk menjadi 25,27% pada 2023.
Sementara itu, rasio NPL LKM syariah dari 2019 hingga 2023 berturut-turut adalah sebesar 12,80%, 26,38%, 22,67%, 14,51%, dan memburuk menjadi 25,88% pada 2023.
"Pelemahan ekonomi seperti saat ini memang berpotensi memperburuk kinerja pembayaran. Banyak pembayaran macet, terutama bagi mikro yang terhimpit kondisi ekonomi dan keharusan membayar," tegasnya.
Huda berpendapat, seharusnya peran LKM bisa ditingkatkan lagi mengingat peran LKM terhadap pembiayaan di tingkat desa masih dibutuhkan. Terlebih bagi, menurutnya bagi desa-desa yang menggantungkan pendapatannya ke pertanian, perkebunan dan perikanan, kehadiran LKM bisa memperpanjang nafas mata pencaharian penduduk di desa tersebut.
Adapun jika dibandingkan kinerja pembiayaan LKM dan pinjaman online atau P2P lending, sampai Desember 2024 penyaluran pinjaman LKM tercatat sebesar Rp1,04 triliun, tumbuh 2,9% secara year on year (YoY). Sementara, outstanding pembiayaan P2P lending per Desember 2024 tercatat sebesar Rp77,02 triliun, atau tumbuh 29,1% YoY.
Pembiayaan P2P lending juga semakin ekspansif di tahun ini. Berdasarkan data terbaru, outstanding P2P lending per Februari 2025 tercatat sebesar Rp80,07 triliun atau tumbuh 31,1% YoY.