Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia memperkirakan pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps atau 1% akan memberikan keleluasaan bank dalam mengelola likuiditas sekitar Rp78,45 triliun untuk mendukung penyaluran kredit.
“Jadi dengan kelonggaran itu ada tambahan kelonggaran 100 basis poin itu bank memiliki fleksibilitas Rp78 triliun untuk mendukung kredit dan kebutuhan lainnya,” kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Solikin M. Juhro dalam Taklimat Media, Senin (26/5/2025).
Adapun, BI memperluas pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5% menjadi 4% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4%.
Kemudian, penurunan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5% menjadi 2,5% untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5%. Hal itu ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif mulai 1 Juni 2025.
Solikin menjelaskan, sebelumnya kompisisi likuiditas bank di rasio PLM dalam bentuk surat berharga yang memenuhi persyaratan tertentu terhadap penghimpunan dana sebesar 5% untuk BUK dan BUS 3,5% bertujuan sebagai bantalan jika terjadi shock atau guncangan.
“Dulu menyimpan dalam bentuk SSB [Surat-Surat Berharga] itu misalkan 100 unit, jadi dengan diturunkan itu sekarang cukup 80 unit, lalu sisanya bisa direalokasi untuk dia mendukung kapasitas penyaluran kredit,” ungkapnya.
Baca Juga
Namun demikian, dalam hal ini perbankan masih tetap menyimpan likuiditasnya dalam bentuk SSB, seperti SBN (surat berharga negara), SRBI (sekuritas rupiah bank Indonesia), dan SBSN, (surat berharga syariah negara), hanya saja BI memberikan sedikit kelonggaran agar likuiditas dimanfaatkan untuk kebutuhan penyaluran kredit.
Dia berharap agar kebijakan ini akan sejalan atau menopang macro diesel policy alias bauran kebijakan makroprudensial yang pro-growth. "Hal tanpa mengorbankan ketahanan sistem perbankan,” tegasnya Solikin.
Lebih lanjut, kata Solikin, terdapat sejumlah bank yang rasio PLM-nya sudah diangka maksimal, sehingga ruang ‘bernapas’ bank dalam mengelola likuiditasnya ketat.
Dia juga mengungkapkan ada beberapa bank yang rasio PLM-nya kurang. Namun Solikin tidak memberikan data mengenai detail data bank yang memiliki rasio PLM rendah.