Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Wahyudin Rahman

Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi)

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Menyoal Konsolidasi BUMN Asuransi Jilid 3

Tak dapat dimungkiri, kondisi industri asuransi belum sepenuhnya stabil. Beberapa entitas masih menghadapi isu solvabilitas dan cadangan teknis berkepanjangan.
Ilustrasi asuransi kesehatan. / dok. Freepik
Ilustrasi asuransi kesehatan. / dok. Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Gelombang kon­­­­­­solidasi kem­­­bali meng­­­hampiri sektor keuangan ne­­­ga­­­ra. Da­­­­nan­­­­­­tara selaku holding BUMN tengah menyiapkan kon­­­so­­­li­­­dasi BUMN asuransi yang bergerak di komersial, dan ditargetkan rampung tahun ini. Ini bukan wacana baru.

Sebelumnya sudah ada penggabungan PRN (2014) dan Holding IFG (2020). Namun, realitanya tidak sepenuhnya sesuai harapan: roadmap meleset dan tata kelola masih carut marut.

Langkah ambisius ini tetap patut diapresiasi. Konsolidasi bukan sekadar strategi korporasi, tetapi bagian dari reposisi aset negara guna menciptakan perusahaan pelat merah yang lebih kuat, efisien, dan kompetitif di pasar domestik bahkan global.

Kebijakan ini juga sejalan dengan POJK 23/2023 yang mengatur ekuitas minimum sebesar Rp500 miliar bagi asuransi dan Rp1 triliun bagi reasuransi, wajib dipenuhi akhir 2026, Banyak entitas BUMN asuransi, terutama di lini jiwa, umum, dan reasuransi, kini berada di bawah tekanan. Penggabungan dinilai lebih realistis ketimbang menambah modal dalam jumlah besar.

Tak dapat dimungkiri, kondisi industri asuransi belum sepenuhnya stabil. Beberapa entitas masih menghadapi isu solvabilitas dan cadangan teknis berkepanjangan. Penerapan PSAK 117 juga berpotensi memangkas pendapatan premi dan ekuitas.

Di sisi lain, total aset gabungan BUMN asuransi telah melampaui Rp241 triliun, tetapi distribusinya belum merata. Sebagai perbandingan, aset BUMN asuransi di Singapura dan Malaysia sudah menembus Rp500 triliun, mencerminkan konsolidasi dan efisiensi yang lebih matang

Fragmentasi entitas cukup tinggi. Berdasarkan data Tim Riset Kupasi, saat ini terdapat 6 perusahaan asuransi umum, 5 asuransi jiwa, 3 reasuransi, dan 1 penjaminan. Belum lagi, ada 5 perusahaan umum dan 1 asuransi jiwa yang dimiliki oleh dana pensiun BUMN. Ini memperpanjang rantai struktur yang rumit dan tumpang tindih.

Sayangnya, dalam peta konsolidasi yang sedang dirancang, belum terlihat dilibatkannya entitas syariah. Padahal BUMN telah memiliki 1 perusahaan asuransi umum syariah dan 1 reasuransi syariah, serta unit syariah lainnya yang sedang spin-off sesuai UU PPSK No. 4/2023 dan POJK 11/2023. Danantara perlu lebih komprehensif dalam menetapkan konsolidasi ini. Entitas syariah, memiliki potensi pertumbuhan besar terutama di sektor retail dan mikro serta memperkuat kehadiran negara di sektor keuangan syariah yang tengah berkembang pesat.

Lebih dari itu, konsolidasi tidak boleh terburu-buru. Target penyelesaian dalam satu tahun terkesan bombastis. Idealnya, 2—3 tahun. Alih-alih kerja cepat, justru tak tuntas.

Danantara perlu memperhatikan setidaknya tiga hal utama. Pertama, skema konsolidasi. Konsolidasi dalam bentuk holdingisasi berdasarkan jenis usaha dan spesialisasi dinilai lebih ideal ketimbang merger-akuisisi total. Skema ini tidak hanya meminimalkan gangguan operasional, tetapi juga menjamin keberlanjutan tenaga kerja dan kesinambungan layanan kepada nasabah.

Holdingisasi memungkinkan entitas tetap memiliki fleksibilitas operasional dan keunggulan kompetitif, tanpa kehilangan arah strategis bersama. Model ini juga tetap membuka ruang dinamika pasar dan menjaga struktur semi-oligopoli yang sehat. Apalagi saat ini, sejumlah BUMN asuransi berkolaborasi melalui koasuransi, terutama dalam menyerap risiko besar seperti proteksi aset-aset strategis BUMN dan barang milik negara.

Kedua, strategi bisnis. Konsolidasi harus menghasilkan entitas kuat baik struktur maupun kapasitas, berdaya saing dan berskala global. Kapasitas retensi risiko harus ditingkatkan untuk menekan premi reasuransi ke luar negeri. Menurut OJK, defisit neraca berjalan melonjak dari 34,8% pada 2022 menjadi 40% pada 2024.

Selain itu, transformasi digital, layanan berbasis kebutuhan pasar, dan inovasi produk harus menjadi prioritas agar tidak hanya memindahkan masalah dari banyak kepala ke satu kepala.

Ketiga, integrasi sistem dan budaya. Proses ini mahal dan kompleks tetapi sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Berkaca pada merger BSI tahun 2021, perbedaan latar belakang korporasi, budaya kerja, hingga infrastruktur teknologi dapat memicu gesekan internal, melemahkan moral karyawan, serta menimbulkan risiko penurunan kualitas layanan jika tidak dirancang dan dieksekusi dengan cermat dan penuh sensitivitas.

Konsolidasi BUMN asuransi jilid 3 ini bisa menjadi momen penting untuk memperkuat posisi negara dalam industri keuangan. Namun, itu hanya akan tercapai jika dilakukan dengan pendekatan yang, inklusif, berorientasi hasil jangka panjang dan keterlibatan para pakar dan praktisi asuransi.

Proses ini juga harus di­landasi transparansi, keselarasan model bisnis, serta perencanaan bertahap dan terukur. Tujuannya bukan sekadar memenuhi program Pemerintah, regulasi bahkan alasan politis.

Keberhasilan konsolidasi bukan diukur dari jumlah perusahaan yang digabung, melainkan dari seberapa besar dampaknya terhadap pemulihan industri, peningkatan kepercayaan publik, dan kontribusi terhadap pembangunan nasional.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper