Bisnis.com, JAKARTA – Industri asuransi umum tengah beradaptasi dengan implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 yang mengatur tentang asuransi kredit. Di saat yang sama, pelaku industri menghadapi tekanan dari meningkatnya rasio klaim asuransi kredit yang mendekati 100%.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menyampaikan bahwa pihaknya terus mencermati perkembangan sektor asuransi umum, termasuk lini bisnis asuransi kredit yang kini mengalami dinamika tersendiri.
"Ini termasuk lini bisnis asuransi kredit yang saat ini tengah menghadapi dinamika tersendiri seiring implementasi POJK Nomor 20 Tahun 2023 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Konvensional," kata Budi kepada Bisnis, belum lama ini (2/7/2025).
Meskipun begitu, Budi menegaskan bahwa AAUI tetap mendukung penerapan regulasi tersebut karena dinilai mampu memperkuat ketahanan keuangan serta tata kelola perusahaan asuransi.
Melalui POJK 20/2023, perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kredit diwajibkan memiliki ekuitas minimum Rp250 miliar serta rasio likuiditas paling sedikit 150%.
"Saat ini, mayoritas perusahaan asuransi umum yang masih aktif memasarkan produk asuransi kredit telah memenuhi ketentuan minimum ekuitas, rasio likuiditas, serta ketentuan terkait produk asuransi kredit yang diatur dalam POJK tersebut," tegasnya.
Baca Juga
Selain itu, regulasi ini juga memperkenalkan kewajiban pembagian risiko atau co-sharing minimal 25% oleh pihak yang memiliki kepentingan keuangan, seperti kreditur. Dengan demikian, perusahaan asuransi hanya menanggung maksimal 75% risiko dari total kredit yang diasuransikan.
"Ketentuan [co-sharing] ini bertujuan untuk mendorong prinsip kehati-hatian dari lembaga pemberi kredit dalam menyalurkan pembiayaan, serta mencegah sepenuhnya pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi," ujarnya.
Meski demikian, ketentuan baru mengenai ekuitas dan likuiditas sempat menjadi sorotan, karena beberapa perusahaan asuransi tidak memenuhi persyaratan tersebut sehingga terpaksa menghentikan pemasaran produk asuransi kredit. Akibatnya, pertumbuhan premi stagnan, sementara klaim terus berjalan, yang berdampak pada melonjaknya rasio klaim.
AAUI mencatat, pada kuartal I/2025 rasio klaim asuransi kredit meningkat menjadi 90,3%. Dalam periode yang sama, premi hanya tumbuh tipis 0,3% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp3,98 triliun, sedangkan klaim meningkat 8,3% YoY menjadi Rp3,59 triliun.
Menanggapi data tersebut, Budi menjelaskan bahwa analisis atas premi dan klaim perlu dilakukan dengan cermat, mengingat karakteristik polis asuransi kredit yang umumnya berdurasi menengah hingga panjang.
"Kenaikan klaim juga bisa mencerminkan penyesuaian dari periode sebelumnya, sehingga tidak selalu mengindikasikan penurunan fundamental kinerja bisnis," tandasnya.