Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan nilai imbal jasa perusahaan penjaminan dalam periode Januari-Mei 2025 melanjutkan kontraksi. Dalam periode ini, nilai imbal jasa penjaminan kontraksi 17,85% (year on year/YoY) menjadi Rp2,98 triliun.
Sebelumnya, pada periode Maret dan April 2205 nilai imbal jasa penjaminan juga mengalami koreksi secara tahunan. Bedanya, aset industri perusahaan penjaminan mulai menunjukkan pertumbuhan positif.
"Perusahaan penjaminan per Mei 2025 mencatatkan total aset tumbuh 0,53% (YoY) menjadi Rp47,32 triliun," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juni 2025, Selasa (8/7/2025).
Pada periode sebelumnya, nilai aset perusahaan penjaminan per April 2025 terkontraksi 0,58% (YoY) menjadi Rp47,34 triliun. Sementara itu, nilai imbal jasa penjaminan per April 2025 juga turun 10,23% (YoY) menjadi Rp2,57 triliun.
Sementara itu, aset industri penjaminan per Maret 2025 sudah terkoreksi sebesar 0,52% (YoY) menjadi Rp47,12 triliun. Sementara nilai imbal jasa penjaminan per Maret 2025 juga terkoreksi 2,67% (YoY) menjadi Rp2,09 triliun.
Saat ini, pasar industri penjaminan masih tumpang tindih dengan industri asuransi. Untuk itu, OJK sedang menyusun regulasi untuk memurnikan industri penjaminan.
Baca Juga
"OJK sedang menyusun rancangan Surat Edaran OJK mengenai unit usaha penjamin sebagai amanat POJK 36/2024 bagi perusahaan asuransi yang menjalankan penajminan berdasarkan penugasan pemerintah," ujarnya.
POJK 36/2024 mengamanatkan perusahaan asuransi yang melakukan perluasan ruang lingkup usaha penjaminan berdasarkan penugasan pemerintah wajib membentuk unit usaha penjaminan (UUP). Ketentuan ini sebagai upaya pemurnian industri penjaminan.
Sebelumnya, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menjelaskan kewajiban pembentukan UUP bagi perusahaan asuransi akan membuat perusahaan asuransi menyiapkan struktur organisasi UUP dan permodalan yang terpisah dari permodalan perusahaan asuransi.
"Hal ini dapat mengurangi jumlah perusahaan asuransi yang menjual produk-produk penjaminan sehingga perusahaan penjaminan akan berkurang persaingannya dan mendorong kinerja industri penjaminan," kata Abitani kepada Bisnis, Rabu (4/6/2025).
Meskipun pemurnian industri penjaminan bisa mengurangi persaingan bisnis yang pada akhirnya bisa medongkrak kinerja industri penjaminan, Abitani menilai koreksi aset dan imbal hasil penjaminan yang terjadi saat ini bukan disebabkan oleh persaingan bisnis dengan industri asuransi.
"Hal ini lebih disebabkan akibat iklim ekonomi yang melemah dan tindakan efisiensi pemerintah yang menghentikan sementara pengeluaran khususnya di bidang pembangunan infrastruktur. Hal ini diperparah dengan ketidakpastian akibat kebijakan tarif dan perang dagang yang dilakukan oleh Amerika Serikat," tegasnya.
Dia menjelaskan bahwa saat ini banyak bidang usaha penjaminan justru dijalankan oleh perusahaan asuransi umum. Bidang usaha itu meliputi surety bond hingga penjaminan kredit tanpa agunan seperti program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan pemerintah.
"Secara prinsip, produk penjaminan yang dijual perusahaan asuransi memang tidak memenuhi prinsip-prinsip yang beraku di industri asuransi umum seperti risiko yang di-cover adalah risiko murni, pembayaran klaim merupakan indemnity, proximate cause tertentu, dan sebagainya," pungkasnya.