Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank nasional dan daerah bersiap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui skema penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO).
Langkah ini merupakan strategi untuk menghimpun dana segar yang akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan, memperluas ekspansi bisnis, mendongkrak penyaluran kredit, hingga mempercepat transformasi digital.
Aksi korporasi ini juga sejalan dengan dorongan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mendorong lebih banyak bank terutama bank pembangunan daerah (BPD) untuk go public demi meningkatkan transparansi, tata kelola, dan daya saing di industri keuangan.
Salah satu yang paling dinantikan adalah langkah Bank Jakarta, yang sebelumnya dikenal sebagai Bank DKI. Bank ini bersiap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal 2026. Momentum tersebut diumumkan berbarengan dengan peluncuran nama dan logo baru perusahaan.
Direktur Utama Bank Jakarta Agus H. Widodo mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mempersiapkan proses IPO secara internal. Namun, realisasi aksi tersebut akan bergantung pada kondisi pasar.
“Mungkin awal-awal tahun depan [2026], tapi saya tidak bisa menjanjikan. Pokoknya kalau situasi pasar mendukung, kami siap,” katanya kepada Bisnis di sela peluncuran rebranding Bank Jakarta.
Baca Juga
Bank Jakarta menargetkan penghimpunan dana sekitar Rp3 triliun dari IPO. Dana tersebut akan digunakan untuk mendorong transformasi Bank Jakarta dari kategori KBMI 2 menjadi KBMI 3.
"Kurang lebih [Rp3 triliun dana yang dibidik dari IPO]," sebut Agus.
Per kuartal I/2025, Bank DKI mencatat total aset sebesar Rp78,39 triliun, tumbuh tipis 0,28% secara tahunan dibandingkan Rp78,17 triliun per akhir Maret 2024.
Sementara itu, Bank BJB Syariah juga tengah mempersiapkan IPO dalam jangka menengah. Perusahaan menargetkan dana segar Rp1,2 triliun untuk memperkuat permodalan dan ekspansi bisnis.
Direktur Utama Bank BJB Syariah Arief Setyahadi mengatakan bahwa rencana IPO merupakan bagian dari strategi jangka menengah perusahaan.
"Sangat serius. Jadi itu salah satu dari core plan kami. Insyaallah secara bertahap. Kami mempersiapkan dulu fondasi kami, apalagi dengan sukuk yang terbit hari ini otomatis ekspansi kami akan terus meningkat. Sehingga harapan kami 2027 atau 2028 insyaAllah kita akan naik lebih," ujarnya di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
"Mungkin sekitar Rp1 triliun lebih karena kan saat ini modal kami itu sekitar Rp1,8 triliun. Jadi, untuk mencapai Rp3 triliun berarti sekitar Rp1,2 triliun, lah, ya," jelasnya.
Dana hasil IPO ini rencananya akan digunakan untuk ekspansi pembiayaan, pengembangan jaringan kantor, serta transformasi digital.
Tak ketinggalan, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. juga menyusun langkah menuju BEI. Bank ini telah memperoleh pernyataan efektif dari OJK sebagai perusahaan publik, namun belum tercatat di bursa karena masih harus memenuhi sejumlah persyaratan administratif dari BEI.
Di sisi lain, rumor IPO turut menyelimuti Superbank, bank digital hasil kolaborasi antara Grab dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK). Mengutip Bloomberg, Superbank dikabarkan tengah mempertimbangkan IPO di BEI dan mengincar penghimpunan dana senilai US$200 juta hingga US$300 juta, dengan valuasi mencapai US$1,5 miliar hingga US$2 miliar. Meski begitu, rencana ini masih dalam tahap awal dan belum menghasilkan keputusan final.
Sementara itu, PT Bank Sumut memilih untuk menunda rencana IPO hingga kondisi pasar lebih kondusif. Bank milik daerah Sumatera Utara ini belum memasukkan rencana IPO ke dalam rencana bisnis bank (RBB) 2025.
Direktur Keuangan dan TI Bank Sumut Arieta Aryanti menjelaskan bahwa perusahaan saat ini tengah fokus memperkuat permodalan melalui alternatif lain, seperti private placement dan penerbitan obligasi perpetual.
"Kami belum menuangkan rencana IPO di tahun 2025 dalam RBB. Tapi untuk mencari penguatan permodalan, kami tuangkan di corporate planning yang sifatnya jangka panjang, 5 tahun," kata Arieta dalam Public Expose Kinerja Keuangan Bank Sumut Triwulan IV Tahun 2024, Jumat (7/2/2025).
"Secara time line, yang paling memungkinkan untuk melihat kembali kondisi market itu, di tahun 2026," tambahnya.
BPD Didorong IPO oleh Otoritas
Di tengah dinamika ini, OJK mendorong lebih banyak bank pembangunan daerah (BPD) untuk melantai di bursa. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan, IPO menjadi sarana peningkatan akuntabilitas dan tata kelola bagi BPD, mengingat pemegang saham utamanya adalah pemerintah daerah.
"Tentu kan harus jelas nih, strategi bisnisnya," kata Dian saat pertemuan dengan wartawan di Jakarta, Selasa (3/6/2025). Dia pun memberikan dukungan sepenuhnya kepada bank-bank yang akan melaksanakan IPO.
Menurutnya, jika IPO dikombinasikan dengan penerbitan municipal bond, maka pengawasan terhadap manajemen bank dan arah bisnisnya akan menjadi lebih terstruktur. Langkah ini pun diyakini dapat mendorong disiplin fiskal pemerintah daerah.
Salah satu BPD yang dinilai berpotensi besar mengikuti jejak IPO adalah Bank Jateng, yang per kuartal I/2025 memiliki total aset mencapai Rp91,03 triliun.
"Menarik sih sebetulnya, teman-teman ya kalau misalnya sama BPD semua misalnya listing, terus kemudian apakah dia bahkan menerbitkan municipal bond aja sangat menarik bagi pasar," sebutnya.