Bisnis.com, JAKARTA - PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) alias Indonesia Re menilai terdapat dua jalan besar yang dapat dilakukan agar premi asuransi dapat ditahan di dalam negeri.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu menyebut sekitar 40% premi asuransi setiap tahunnya tersalurkan ke luar negeri. Dari data yang dihimpun, total premi asuransi neto lari ke luar negeri terus membesar menjadi Rp12,1 triliun pada akhir 2024 lalu.
Secara rinci, dia menyebutkan pada 2019 defisit sebesar Rp9,26 triliun, selanjutnya pada 2020 sebesar Rp9,1 triliun, pada 2021 Rp4,38 triliun, tahun berikutnya atau 2022 senilai Rp7,95 triliun, sedangkan pada 2023 sebesar Rp11,08 triliun dan terus membesar pada tahun lalu.
Menurutnya langkah untuk memitigasi permasalahan tersebut dengan memperkuat modal, sistem, dan sumber daya manusia, industri reasuransi dapat berjalan dengan sehat sehingga menciptakan ekosistem yang optimal.
"Industri ini [reasuransi] karena kita sifatnya menanggung ulang dan mempertanggungkan ulang maka yang dibutuhkan adalah capital, thats why we called it capital intensive business," katanya dalam acara Indonesia Re Internasional Conference 2025, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Benny menyebut penguatan modal perusahaan reasuransi akan memberi efek domino yang positif. Pasalnya dengan semakin kuatnya perusahaan reasuransi, maka industri asuransi, perbankan, multifinance juga dapat berkembang secara sehat.
Baca Juga
Dia juga menyebut, seiring penambahan kapasitas modal, juga diperlukan pengurangan jumlah reasuransi di Tanah Air. Dia mendorong para pemegang saham perusahaan reasuransi untuk melakukan konsolidasi bisnis sehingga kapasitas entitas hasil merger secara keuangan lebih besar dan lebih sehat.
Sementara itu, Delil Khairat, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re menyebut penambahan modal maupun konsolidasi bisnis dapat mengurangi arus premi ke luar negeri. Meski demikian dia mengingatkan, penyerapan bisnis lebih besar juga sama dengan menyerap risiko sendiri lebih banyak.
"Lebih bisa menyerap premi [konsolidasi maupun penambahan modal], tapi saya katakan tadi, ada premi yang ke luar [negeri] terutama untuk menyebarkan risiko. Terutama [produk asuransi] yang terlalu volatile [risikonya] yang mestinya kita tidak tahan terlalu banyak di dalam negeri," jelasnya.
Dia tetap berpandangan, reasuransi harus memperhitungkan risiko dengan kehati-hatian agar bisnis lebih berkualitas. Delil menyinggung penyerapan risiko bencana alam misalnya tetap membutuhkan reasuransi ke luar negeri agar lebih solid.