Bisnis.com, JAKARTA – Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) kredit pemilikan rumah (KPR) rumah tangga meningkat yang membuat profit lini bisnis asuransi yang memberikan proteksi kredit KPR tertekan.
Dody Achmad Sudiyar, Direktur Utama PT Asuransi Asei Indonesia (Asei), menjabarkan beberapa strategi utama yang perlu diterapkan perusahaan asuransi agar lini bisnis asuransi kredit KPR tetap berkelanjutan dan menguntungkan.
"Pertama adalah penyesuaian pricing dan segmentasi risiko. Premi asuransi KPR disesuaikan secara lebih presisi berdasarkan profil risiko debitur, jenis pekerjaan, lokasi properti dan tenor pinjaman. Kemudian, skema tarif flat mulai ditinggalkan dan diganti dengan risk-based pricing, khususnya untuk debitur dari sektor informal atau wilayah dengan historikal NPL tinggi," kata Dody kepada Bisnis, Senin (21/7/2025).
Kedua adalah penguatan kerja sama perusahaan asuransi dengan bank penyalur KPR. Dalam hal ini, menurutnya perlu ada penekanan pada integrasi early warning system bersama bank mitra agar potensi risiko gagal bayar bisa dideteksi sejak awal. Selain itu, diperlukan pengembangan produk asuransi jiwa kredit dengan fitur embedded monitoring, seperti pengingat pembayaran atau edukasi finansial digital.
Ketiga adalah dengan diversifikasi produk dan manajemen portofolio. Dody menilai perusahaan asuransi jangan terlalu bergantung hanya pada program KPR subsidi atau nonsubsidi pemerintah, tetapi mulai mengarahkan ke KPR swasta dengan sasaran segmen masyarakat menengah ke atas yang profil risikonya lebih terukur.
"Pooling risiko antar portofolio dan penggunaan reasuransi strategis menjadi elemen penting dalam manajemen risiko lini ini," tegasnya.
Baca Juga
Dengan pendekatan dan strategi tersebut, Dody melihat bahwa prospek asuransi KPR masih ada, walaupun jelas menghadapi tantangan struktural. Dalam jangka pendek antara 2025–2026, menurutnya prospek asuransi KPR akan tertekan akibat kualitas kredit rumah tangga yang memburuk dan pelemahan daya beli.
"Namun dalam jangka menengah, 2027 ke atas, asuransi KPR akan tetap dibutuhkan, seiring program pemerintah dan pertumbuhan kelas menengah," ujarnya.
Selain upaya dari industri, Dody mengatakan dukungan regulator juga diperlukan. Dukungan tersebut antara lain seperti penetapan standar risk-based pricing untuk asuransi KPR agar semua pelaku industri menerapkan prinsip kehati-hatian secara seimbang.
"Kemudian juga diperlukan sinergi data debitur dan kredit melalui SLIK atau BI checking yang dapat diakses terbatas oleh asuransi agar risk assessment lebih objektif," pungkasnya.