Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Arah BCA Andalkan DPK Saat BI Dorong Pendanaan Luar Negeri

BCA fokus pada dana pihak ketiga (DPK) meski BI dorong pendanaan luar negeri. DPK BCA naik 6,5% yoy, CASA dominan.
Pekerja beraktivitas di dekat logo milik PT Bank Central Asia Tbk di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pekerja beraktivitas di dekat logo milik PT Bank Central Asia Tbk di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah dorongan Bank Indonesia agar perbankan nasional memperluas sumber pendanaan dari luar negeri melalui Rasio Pendanaan dari Luar Negeri (RPLN), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memilih tetap mengandalkan dana pihak ketiga (DPK). 

Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menegaskan bahwa posisi likuiditas perseroan saat ini masih dalam kondisi memadai, ditopang oleh pertumbuhan DPK yang solid. 

“BCA mengandalkan dana pihak ketiga (DPK) sebagai sumber pendanaan utama untuk pembiayaan. Dana CASA menjadi kontributor utama pendanaan BCA seiring dengan meningkatnya volume transaksi,” kata Hera kepada Bisnis, dikutip Selasa (29/7/2025).

Per Maret 2025, total DPK BCA naik 6,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp1.193 triliun, di mana dana murah atau current account and savings account (CASA) mendominasi sebesar Rp979 triliun atau sekitar 82% dari total DPK.

Selain itu, lanjut Hera, frekuensi transaksi yang diproses BCA pun tumbuh 19% yoy pada kuartal I/2025.

"Strategi hybrid banking yang menggabungkan ekosistem layanan online dan offline terus dioptimalkan untuk mempertahankan posisi pasar dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan," tuturnya. 

Meski tidak secara eksplisit memanfaatkan RPLN sebagai strategi utama, BCA menyatakan tetap mencermati arahan dari regulator termasuk ketentuan mengenai penyesuaian RPLN. 

“BCA juga senantiasa mengelola likuiditas secara pruden serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dalam penerapan manajemen risiko,” imbuh manajemen.

Sementara itu, berbeda dengan BCA, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan RPLN di kisaran 22% per Mei 2025. Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara menyampaikan bahwa posisi likuiditas perusahaan masih mampu mengakomodasi target pertumbuhan aset.

“Dalam beberapa bulan terakhir, likuiditas Bank Mandiri secara umum masih dapat mengakomodir target pertumbuhan aset,” ujar Ashidiq.

Bank Mandiri disebut terus meningkatkan sinergi dengan mitra perbankan global untuk memperkuat struktur pendanaan dan menjaga ketahanan likuiditas. Strategi ini didukung jaringan Kantor Luar Negeri (KLN) dan diversifikasi instrumen pendanaan jangka pendek dari luar negeri.

Ashidiq juga menyambut baik kebijakan Bank Indonesia yang mendorong perbankan nasional agar tidak hanya bergantung pada likuiditas dari pasar dalam negeri. Kebijakan RPLN, menurutnya, memberikan ruang pengelolaan likuiditas yang lebih fleksibel.

“Kebijakan RPLN dari Bank Indonesia sangat mendukung Bank Mandiri untuk terus menjaga likuiditas secara prudent dan fleksibel sesuai dengan dinamika pasar,” katanya.

Seperti diketahui, Bank Indonesia telah menaikkan batas maksimum RPLN dari 30% menjadi 35% dari modal bank, berlaku sejak 1 Juni 2025, melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No. 12 Tahun 2025. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan kebijakan ini bertujuan memperluas pendanaan eksternal perbankan nasional tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro