Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan teknologi yang memudahkan transaksi serta perubahan perilaku nasabah juga dirasakan oleh PT Bank OCBC NISP Tbk. (OCBC). Kini, hanya sekitar 2% dari jumlah transaksi berada di kantor cabang.
Presiden Direktur OCBC Parwati Surjaudaja mengatakan perseroan mengurangi kantor cabang fisik sejak sebelum pandemi Covid-19. Pada sekitar 2017, bank dengan ticker NISP ini masih memiliki setidaknya 270 kantor fisik. Namun, seiring dengan perkembangan digitalisasi perbankan, perseroan kini memiliki 205 kantor fisik yang tersebar di 54 kota.
"Sekarang transaksi di cabang hanya 2%, selebihnya itu sudah digital," ujarnya dalam kunjungan ke Kantor Bisnis Indonesia, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, perilaku nasabah perbankan Indonesia, khususnya nasabah perseroan, mengalami shifting. Bahkan, usai pandemi Covid-19 mereda, nasabah juga tidak banyak kembali bertransaksi di kantor cabang.
Padahal, lanjut Parwati, di negara lain begitu pandemi mereda, nasabah masih banyak kembali ke kantor cabang bank. Meskipun demikian, OCBC memandang keberadaan kantor fisik tetap perlu. "Sekarang fungsinya beda, ibaratnya 80% untuk duduk-duduk dan ngobrol, lebih ke advisory. Jadi, konsep cabang banyak berubah," jelasnya.
Sementara itu, Direktur OCBC Ka Jit memaparkan sampai dengan 30 Juni 2025, OCBC membukukan transaksi melalui e-channel tumbuh hingga 71% year on year (YoY) dengan pengguna aktif individu internet banking dan OCBC Mobile naik sebesar 20% YoY. Tidak hanya itu, pengguna aktif OCBC Business Mobile untuk nasabah korporasi mengalami kenaikan jumlah pengguna sebesar 25% YoY.
Baca Juga
"Sekarang ini digitalisasi bank fokusnya membangun kapabilitas aplikasi. Banyak yang transisi fokusnya ke super apps, artinya semakin banyak fitur aplikasinya semakin unggul. Kalau kita, fokusnya adalah kecanggihan yang menawarkan relevansi," ujarnya.
Keunggulan yang ditawarkan OCBC adalah satu aplikasi yang agnostik, di mana dari satu aplikasi dapat digunakan untuk semua segmen, yaitu private banking, NYALA individu dan unit usaha syariah. "Dalam menyusun roadmap, kita sesuaikan apa saja prioritasnya, untuk private bank apa, untuk NYALA apa saja," pungkasnya.
Adapun, NISP membukukan laba bersih senilai Rp2,57 triliun, tumbuh 7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu atau year on year (YoY) sepanjang semester I tahun ini. Pada semester I/2024, perseroan mencatatkan laba bersih senilai Rp2,39 triliun.
Pertumbuhan tersebut didukung oleh jumlah pendapatan yang meningkat sebesar 14% YoY. Dana pihak ketiga (DPK) meningkat 9% YoY menjadi Rp216,28 triliun, sedangkan kredit yang diberikan tumbuh 2% YoY menjadi Rp166,34 triliun pada periode yang sama.
Sejalan dengan penyaluran kredit tersebut, kualitas aset perseroan mengalami perbaikan, yang tercermin dari kredit bermasalah bruto (gross NPL) turun menjadi 1,9% dari 2,0% pada periode yang sama tahun lalu, lebih rendah dibandingkan rata-rata industri. Sementara rasio NPL Net stabil sebesar 0,7%.
Pada periode yang sama, likuiditas dan permodalan OCBC NISP terjaga dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 267% dan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 23,6%, jauh di atas ketentuan minimum regulator.