Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan nasabah tabungan Simpanan Pelajar dapat tumbuh 5% tahun depan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan, OJK terus berupaya agar semakin banyak masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori pelajar ini menabung di bank, melalui tabungan Simpanan Pelajar.
“Hopefully kita bisa naikkan mungkin sekitar 5%. Moga-moga bisa naik untuk pencapaian kita semua,” kata Kiki, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (14/8/2025).
Untuk diketahui, tabungan Simpanan Pelajar ditujukan khusus bagi pelajar Indonesia yang diterbitkan secara nasional dalam rangka pendidikan dan inklusi keuangan untuk mendorong budaya menabung sejak dini. Pelajar yang dimaksud yakni usia PAUD, TK, SD, SMP, SMA, Madrasah (MI, MTs, MA) atau sederajat.
OJK juga menargetkan masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori mahasiswa. Kendati begitu, Kiki tidak menjelaskan lebih lanjut target pertumbuhan untuk kategori ini.
Adapun dalam agenda Ikutan Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2025, di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (14/8/2025), Ketua Dewan Komisioner Mahendra Siregar mengungkap bahwa sekitar 59 juta pelajar di Indonesia memiliki tabungan Simpanan Pelajar.
Baca Juga
Dari total tersebut, Mahendra menyebut bahwa nilai Simpanan Pelajar hingga saat ini telah mencapai lebih dari Rp32 triliun. “Rp32 triliun tadi itu memang bisa terkumpul karena sudah terdapat hampir 59 juta pemilik tabungan atau simpanan pelajar,” ungkap Mahendra.
Dia menjelaskan tabungan simpanan pelajar sendiri memberikan nilai tambah dan sumbangsih yang besar kepada bangsa Indonesia.
Mahendra mengatakan selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pemilik tabungan, simpanan pelajar juga diperlukan untuk membangun bangsa, membangun kegiatan pertumbuhan ekonomi nasional, dan juga untuk menciptakan lapangan kerja di Indonesia.
Selain itu, tabungan simpanan pelajar juga dibutuhkan untuk memberikan pinjaman bagi pertumbuhan dan peningkatan usaha menengah kecil dan mikro (UMKM), dan masih banyak lagi.
“Jadi apa yang adik-adik sumbangkan dalam bentuk tabungan itu pun kemudian pada gilirannya memberikan nilai tambah dan sumbangsih yang besar kepada bangsa ini,” tuturnya.
Literasi Keuangan Kelompok Remaja Rendah
OJK sebelumnya mengungkap kelompok usia remaja 15-17 tahun masih menjadi kelompok dengan indeks literasi keuangan terendah di Indonesia.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan indeks literasi keuangan pada kelompok usia tersebut hanya mencapai 51,86%. Angka tersebut berada jauh di bawah kelompok usia produktif lainnya.
Kiki kala itu merinci bahwa kelompok usia 26-35 tahun, 18-25 tahun, dan 36-50 tahun mencatat indeks literasi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 74,05%, 73,26%, dan 72,12%.
“Sebaliknya, kelompok umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 51,86% dan 55,03%,” kata Kiki pada Jumat (2/5/2025).
Tak hanya soal literasi, indeks inklusi keuangan kelompok remaja 15-17 tahun juga masih di bawah rata-rata. Dalam survei yang sama, kelompok ini memiliki indeks inklusi sebesar 91,32%.
Angka itu lebih rendah dibanding kelompok usia produktif seperti 18-25 tahun yang mencatat inklusi keuangan sebesar 95,07%, dan kelompok 36-50 tahun sebesar 94,11%.