Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah perlambatan ekonomi global, kalangan analis menilai stabilitas keuangan dalam negeri diyakini lebih diprioritaskan dibandingkan dengan peningkatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
“Pada tahap ini, stabilitas keuangan lebih penting bagi Indonesia dibandingkan dengan peningkatan laju pertumbuhan PDB,” jelas Eugene Leow, ekonom PT Bank Development Bank of Singapore (DBS) hari ini, Jumat (26/7).
Dia menilai sejauh ini pemerintah Indonesia telah membuat keputusan tepat namun sulit, seperti kebijakan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) maupun suku bunga guna menjaga pertumbuhan.
Menurutnya, kenaikan harga bahan bakar bersubsidi sebesar 33% memang berdampak pada inflasi jangka pendek yang mencapai 8%. Kendati demikian, lanjutnya, hal ini tidak mempengaruhi konsumsi perorangan (personal consumption) secara jangka panjang.
“Tren daya beli masyarakat masih stabil kedepannya, dan tetap menjadi penggerak utama perekonomian dalam negeri,” tuturnya.
Saat ini, menurutnya utang luar negeri Indonesia telah berkurang secara signifikan selama kurun waktu 15 tahun terakhir. Sementara, cadangan devisa yang turun beberapa tahun belakangan, justru masih di level lebih baik daripada utang luar negeri dan utang jangka pendek negara.
Eugene juga mengatakan langkah penting lain adalah keputusan Bank Indonesia dalam meningkatkan BI rate sebesar 50 basis poin untuk mengatasi pelemahan mata uang rupiah. Alhasil, menurutnya, posisi Indonesia relatif aman dari kekhawatiran krisis ekonomi global.
Di lain sisi, dia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 6% sebenarnya sudah cukup mencerminkan pertumbuhan yang kuat, di tengah dampak perlambatan ekonomi global terutama dari China.
Menurutnya, kontribusi ekspor Indonesia terhadap China sekitar 10% dari total nilai ekspor, sehingga perubahan atau perlambatan perekonomian Cina berdampak nyata dan langsung terhadap Indonesia.
“Kenaikan beban terhadap anggaran negara, external accounts dan likuiditas sistem perbankan Indonesia disebabkan oleh dua hal yang terjadi di Cina yaitu perlambatan perekonomian Cina, dan peralihan pembelian barang setengah jadi atau barang jadi dari bahan baku,” ujarnya.