Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menerbitkan instrumen transaksi lindung nilai (hedging) untuk memberi opsi skema syariah dalam mitigasi risiko perubahan nilai tukar rupiah atas valuta asing di masa yang akan datang.
Instrumen ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No.18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah.
Direktur Program Pendalaman Pasar Keuangan Edi Susianto mengatakan hedging syariah untuk mengendalikan permintaan valas yang meningkat sejak 2010 di perbankan syariah sementara kapasitas valasnya masih terbatas.
Lembaga keuangan syariah, imbuhnya, juga sudah banyak terkait dengan pembiayaan ekspor impor, layanan haji dan umroh, surat berharga valas, dan lain-lain. Pembiayaan valas di syariah sudah terproyeksi naik sejak 2008 dan 2009.
“Meski secara volume masih jauh di bawah bank umum konvesional, perkiraan biaya haji pun juga meningkat. Ini tentu butuh valas. Ini kan ekspos terhadap gerakan nilai tukar rupiah,”katanya dalam jumpa pers, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (2/3/2016).
Menurutnya, jika tidak dilakukan hedging maka akan menghambat proses bisnis dan keuangan perbankan syariah. Hedging syariah harus didahului dengan forward agreement atau rangkaian forward agreement.
Forward agreement adalah saling berjanji (muwa’adah) untuk melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat saling berjanji.
“Salah satu syarat lain dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai syariah adalah bahwa transaksi dilakukan tidak untuk spekulasi, melainkan berdasarkan kebutuhan nyata. Oleh karena itu, dalam transaksi lindung nilai syariah harus terdapat dasar kebutuhan atau underlying transaksi,” jelasnya.