Bisnis.com, JAKARTA - Para nasabah Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) mengharapkan kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) perusahaan asuransi jiwa tersebut.
Pada Jumat (18/12/2020), telah dilaksanakan sidang pertama atas PKPU terhadap Kresna Life di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (20/12/2020), salah seorang nasabah Nurlaila menceritakan sidang dijadwalkan pukul 9.00 WIB dan nasabah-nasabah sudah hadir pada waktunya.
Hadir pula kuasa hukum beberapa nasabah antara lain LQ Law Firm, Sukisari, dan beberapa lainnya. Namun, lanjut Nurlaila, hakim terlambat satu jam dan sidang baru dimulai pukul 10.00 WIB dan hal itu sudah mulai membuat nasabah resah.
"Suasana sidang kemudian cukup panas karena hakim menolak untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan sampai PKPU dikabulkan. Sedangkan perwakilan nasabah pribadi dan kuasa-kuasa hukum menyatakan bahwa PKPU tersebut harusnya dihentikan karena cacat hukum berdasarkan undang-undang sebagai berikut dan seharusnya ahli hukum dari OJK dihadirkan," ujar Nurlaila .
Nurlaila menuturkan, Pasal 50 UU RI No. 40 tahun 2014 menyebutkan "Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan undang-undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan".
Kemudian penjelasan Pasal 50 yang berbunyi "Sejalan dengan ruang lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, kewenangan pengajuan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beralih menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang ini."
Baca Juga
Juncto pasal 223 UU no 37 th 2004 yang berbunyi “Dalam hal debitur adalah bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan badan usaha milik negara maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5)."
Juncto pasal 2 ayat (5) UU no 37 th 2004 yang berbunyi “Dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak di kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan”.
Nurlaila mengatakan pengacara pemohon Benny Wulur dalam pertemuan virtual sebelumnya mengatakan sudah meminta izin dari OJK untuk mengajukan PKPU, tapi karena dalam 10 hari tidak ada jawaban dari OJK, maka berdasarkan UU No.30 Thn 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 53, maka berarti OJK mengizinkan PKPU dilaksanakan.
"Perwakilan nasabah, Santy, dalam sidang memberi sanggahan bahwa UU No.30 thn 2014 Pasal 53 tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum karena adanya UU RI No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian yang memberi wewenang kepada OJK, disusul dengan POJK No.28/POJK.05/2015 Pasal 54 yang meyebutkan OJK akan memberikan jawaban dalam 30 hari dimana UU & POJK ini menjadi Lex Specialis untuk tindakan hukum perusahaan asuransi," ujarnya.
Dia menceritakan suasana sidang menjadi panas dan riuh karena menurutnya hakim tampak membatasi waktu berbicara para nasabah atau kuasa nasabah. Hakim juga tetap tidak mau memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum atas dikabulkannya PKPU oleh Majelis Hakim dengan alasan tidak berkewajiban melakukannya sehingga nasabah-nasabah berteriak meminta adanya transparansi hukum.
"Lalu hakim juga berusaha menyudahi sidang dengan alasan akan Sholat Jumat. Komentar ini membuat nasabah atau kuasa nasabah makin panas dan riuh serta meminta sidang dilanjutkan setelah Sholat Jumat. Tapi Hakim kemudian tetap menutup sidang dengan kekecewaan para nasabah atau kreditor," kata Nurlaila.
Dia menambahkan beberapa kuasa hukum mengatakan akan melaporkan Majelis Hakim ke Komisi Yudisial agar diperiksa dan ditindak atas dugaan pelanggaran etik terhadap putusan PKPU yang diduga melawan hukum.
Para nasabah juga menyerahkan surat resmi penolakan PKPU kepada Majelis Hakim dan Tim Pengurus yang menuangkan dasar-dasar hukum yang menurut Nurlaila menujukkan bahwa PKPU tersebut cacat hukum dan selayaknya dicabut.
Dari kejadian sidang tersebut, lanjut Nurlaila, hampir semua nasabah dan kuasa hukum nasabah berpendapat bahwa PKPU tersebut sudah benar-benar diduga direkayasa untuk kepentingan Kresna Life dan nasabah sangat mengharapkan kehadiran OJK.
"Pendapat nasabah juga tambah diperkuat karena dalam kurun dua jam setelah sidang, Kresna Life mengirimkan surat ke semua nasabah untuk mendaftarkan tagihannya ke Tim Pengurus sesuai dengan tahapan PKPU," ujar Nurlaila.