Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank milik pemerintah mengakui korporasi nasional kelebihan dana sehingga menyebabkan dana pihak ketiga (DPK) naik signifikan pada masa pandemi tahun lalu.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Darmawan Junaidi menyampaikan pertumbuhan dana pihak ketiga perseroan mencapai lebih dari 12 persen, yang diiringi dengan penurunan beban dana (cost of fund) yang signifikan. Adapun, segmen korporasi menyumbang pertumbuhan dan penurunan beban dana terbesar.
"Kami tetap menerima dari simpanan masyarakat. Bukan hanya dihitung flat quality, tapi juga dari korporasi besar yang kelebihan cash untuk tidak membuat investasi baru," jelas Darmawan, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR, Kamis (4/2/2021).
Dia melanjutkan tren tersebut juga semakin didorong oleh penarikan fasilitas kredit yang sangat minim. Bahkan, korporasi lebih cenderung untuk melakukan pelunasan kredit untuk mengurangi beban utangnya.
"Jadi, mereka tidak minta kredit. Dananya masuk, tapi membayar penurunan suku bunga dengan tren yang terjadi di pasar," imbuhnya.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Royke Tumilaar melanjutkan tahun ini pun tren tersebut masih cukup kuat. Ketidakpastian karena masih merebaknya pandemi akan membuat perusahaan masih wait and see dan menempatkan dananya di perbankan.
Baca Juga : BNI (BBNI) Salurkan Kredit Dana PEN Rp28 Triliun |
---|
Menurutnya, perusahaan-perusahaan yang besar dan solid punya dana cukup besar dan untuk ekspansi ke depan tahun ini memakai dana sendiri dibandingkan dengan dana kredit.
"Ini menjadi persaingan untuk ekspansi ke depan, bahwa nasabah-nasabah yang solid, besar, dan sehat punya cash flow yang besar dan dananya masih terparkir di perbankan," kata Royke melanjutkan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepanjang tahun 2020, pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan kredit perbankan nasional mengalami tekanan.
Tekanan kredit sepanjang tahun 2020 tersebut menyebabkan terjadinya perlambatan aktivitas di sektor riil dan belum penuh beroperasinya korporasi besar membuat kinerja intermediasi perbankan mengalami tekanan dan terkontraksi -2,41 persen secara tahunan pada 2020.
Adapun likuiditas perbankan masih cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp 2.111 triliun dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 1.251 triliun, dan DPK yang tumbuh sebesar 11,11 persen yoy.
Alat likuid per non-core deposit 146,72 persen dan liquidity coverage ratio 262,78 persen atau lebih tinggi dari ambang batas (threshold).