Bisnis.com, JAKARTA - Dampak dari kebijakan pengurangan pembelian pembelian obligasi oleh the Fed, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), dinilai tidak akan sebesar dampak taper tantrum pada 2013.
The Fed, sebagaimana diketahui, telah mengumumkan akan mulai melakukan kebijakan tapering pada akhir November 2021.
Ekonom Morgan Stanley Asia Limited, Deyi Tan mengatakan taper tantrum 2.0 tidak akan terjadi, yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu kenaikan suku bunga riil AS dan kondisi stabilitas makroekonomi di Indonesia.
Tidak seperti 2013, dia menjelaskan, di mana terjadi miskomunikasi kebijakan yang menyebabkan lonjakan tajam tingkat suku bunga US Treasury tenor 10 tahun hingga 150 basis poin dalam waktu 4 bulan, dari -0,7 persen menjadi 0,8 persen.
“Taper tantrum 2013 membuat Bank Indonesia memperketat suku bunga sebesar 175 basis poin karena dolar AS yang menguat,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (10/11/2021).
Di samping itu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan inflasi juga meningkat tinggi, sehingga memperburuk depresiasi rupiah.
Baca Juga
Deyi mengatakan, saat ini, kondisi makroekonomi Indonesia jauh membaik dibandingkan dengan periode 2013.
Tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan terjaga dalam tingkat yang rendah. Cadangan devisa Indonesia pun tercatat tinggi sehingga mampu mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.