Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jumlah Petani Hingga Pedagang jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan Mini, Menaker Minta Terobosan

Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dari pekerja informal seperti petani dan pedagang masih rendah.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli ketika ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Selasa (22/7/2025) - BISNIS/Ni Luh Anggela,.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli ketika ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Selasa (22/7/2025) - BISNIS/Ni Luh Anggela,.

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan mencatat peserta program Jaminan Sosial dalam program BPJS Ketenagakerjaan dari pekerja informal jumlahnya masih minim. 

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan persoalan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja informal seperti petani, pedagang, maupun sektor informal lainnya sudah menjadi masalah klasik yang tidak menunjukkan perubahan mendasar dari tahun ke tahun. Untuk itu diperlukan inovasi dan cara-cara baru agar persoalan kepesertaan sektor informal ini lebih baik.

"Proses business as usual itu sudah menghasilkan apa yang kita miliki saat ini. Artinya kita perlu proses bisnis berbeda agar kita dapat hasil berbeda," kata Yassierli dalam acara Satu Dasawarsa Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, kepesertaan program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan masih rendah, di mana 44,05% merupakan pekerja formal dan pekerja informal baru 10,36%. 

Adapun khusus untuk program Jaminan Pensiun (JP), hingga Juni 2025 jumlah peserta program JP mencapai 14,96 juta orang.  Kemnaker mencatat pertumbuhan jumlah peserta program JP masih lambat, rata-rata pertumbuhannya per tahun hanya 4,77%.

Sebaliknya, rata-rata pertumbuhan klaim program JP tumbuh 16,77% per tahun. Sampai dengan Juni 2025, jumlah klaim JKP telah dibayarkan kepada 214.990 orang. Untuk memperbaiki data-data kinerja tersebut, Yassierli mengatakan diperlukan sebuah terobosan baru. 

"Evaluasi pertama adalah kepesertaan dan ini adalah tantangan. Tantangan tidak hanya untuk program Jaminan Pensiun, tapi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan secara luas. Bisa jadi solusinya salah satunya adalah deregulasi dan regulasi," tegasnya.

Adapun regulasi yang dia maksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015. Beleid ini mengatur iuran program JP ditetapkan sebesar 3% dari upah pekerja. Besaran iuran ini belum mengalami penyesuaian hingga sekarang. Padahal, besaran iuran tersebut perlu dievaluasi secara berkala per tiga tahun hingga menjadi 8%. 

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, iuran JP di Indonesia masih cukup rendah. Sebagai contoh di Korea Selatan iuran JP mencapai 9%, Filipina sebesar 13%, dan Vietnam 22%.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro mengatakan dalam satu dekade program JP bergulir telah banyak memberikan manfaat kepada peserta.

Hingga Juni 2025, pembayaran manfaat JP secara berkala maupun lumpsum telah dirasakan oleh lebih dari 214.000 pekerja dan keluarganya, dengan total nilai manfaat mencapai Rp1,59 triliun.

"Tapi tetap ke depan tantangan itu semakin berat, bagaimana program ini tadi, ada beberapa kata kuncinya, itu bisa inklusif, bisa adil, dan salah satu indikatornya itu adalah kepesertaan yang harus ditingkatkan," ujarnya.

Mengutip data BPS terdapat setidaknya 29,6 juta penduduk berusia 60 tahun ke atas, di mana tercatat 41,11% dari jumlah tersebut merupakan penduduk yang berada di 40% terbawah lapisan rumah tangga nasional. Dengan kata lain, masih ada sebanyak 12,18 juta lansia yang masuk dalam kategori miskin atau rentan terhadap kemiskinan.

Fenomena ini dapat terus meningkat seiring jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan menyentuh 324 juta penduduk pada 2045, di mana 20,3% atau sekitar 65,81 juta di antaranya adalah penduduk lansia yang berada di atas 60 tahun.

"Jadi memang kita punya tantangan untuk meningkatkan kepesertaan, dan ini adalah tentu harapan kita ke depan BPJS Ketenagakerjaan bisa melakukan itu. Kuncinya adalah kolaborasi dan inovasi, itu yang harus kita lebih kuatkan," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro