Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan bahwa pertumbuhan asuransi jiwa kredit sangat bergantung pada berbagai faktor makroekonomi, seperti tingkat inflasi, suku bunga, kondisi ekonomi nasional dan global, serta daya beli masyarakat. Tantangan ini dipandang sebagai pengaruh utama terhadap kinerja industri asuransi jiwa saat ini.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan secara umum ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan daya beli masih menjadi tantangan pertumbuhan asuransi jiwa.
“Namun kami tetap optimis sampai dengan akhir tahun 2024 pertumbuhan premi asuransi jiwa akan terus tumbuh positif, termasuk pertumbuhan premi asuransi jiwa kredit,” kata Togar kepada Bisnis, Minggu (15/9/2024).
Optimisme ini didukung oleh peningkatan kredit perbankan yang tumbuh 12,40% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp7.514,6 triliun pada Juli 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh permintaan kredit dari korporasi, yang sejalan dengan kinerja penjualan yang kuat dan kemampuan pembayaran yang terjaga. Selain itu, permintaan kredit rumah tangga, terutama Kredit Pemilikan Rumah (KPR), juga tetap stabil. Pertumbuhan kredit tercatat tinggi di mayoritas sektor ekonomi, termasuk industri listrik, gas, air, dan sektor pengangkutan.
Menurut Togar, dinamika sektor perbankan dan perkembangan ekonomi nasional berpengaruh besar terhadap kondisi asuransi jiwa kredit saat ini. Produk asuransi jiwa kredit memainkan peran penting dalam mendukung sektor perbankan dengan memberikan perlindungan kepada bank terhadap risiko kematian peminjam yang dapat menyebabkan gagal bayar.
Namun demikian, Togar mengakui bahwa pihaknya belum memiliki data spesifik terkait pendapatan premi maupun klaim asuransi jiwa kredit. Meskipun begitu, secara keseluruhan, premi asuransi jiwa pada periode Januari hingga Juni 2024 mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 2,6%, dengan total perolehan premi mencapai Rp88,49 triliun. Sementara itu, total klaim mengalami penurunan 2,2% dengan nilai Rp77,67 triliun.
Baca Juga
Togar juga menyoroti pentingnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 yang mengatur tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship. Peraturan ini diharapkan dapat memperbaiki berbagai persoalan terkait produk asuransi jiwa kredit sekaligus mendorong inovasi.
Salah satu terobosan dalam aturan tersebut adalah pengaturan risk sharing yang bertujuan untuk memperkuat stabilitas perusahaan asuransi jiwa dan perbankan. Togar menekankan bahwa konsep risk sharing ini penting untuk menjaga stabilitas industri melalui manajemen risiko, perbaikan tata kelola, dan seleksi risiko yang lebih baik, terutama mengingat rasio klaim asuransi jiwa kredit yang sering kali melebihi 100%.
“Baik perusahaan asuransi jiwa maupun perbankan diharapkan siap sepenuhnya mengadopsi aturan tersebut demi menjaga stabilitas industri keuangan serta memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat,” tutup Togar.