Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menginginkan dukungan pemerintah berupa regulasi yang memungkinkan lembaga publik itu dapat berinvestasi di luar negeri.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menyebut regulasi diperlukan untuk menunjang pengembalian investasi dari dana kelolaan lebh optimal.
"Saat ini, kita ketahui, instrumen di dalam negeri pertumbuhan pasarnya 3-5%, sementara dana investasi kami tumbuhnya sekitar 13%. Jadi instrumen dalam negeri pada waktu tertentu akan terbatas dan risiko akan semakin besar," kata Anggoro saat RDP Komisi IX DPR RI, Senin (28/10/2024).
Adapun per September 2024 dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp776,76 triliun, tumbuh 13,23% year on year (yoy) dengan yield on investment (yoi) sebesar 6,92%. Sementara itu hasil investasi yang tercatat pada periode tersebut sebesar Rp38,45 triliun.
Anggoro menjelaskan intrumen investasi tersebut sebesar 68% ditempatkan di Surat Berharga Negara (SBN), 20% di bank-bank himbara dan bank pembangunan daerah (BPD), serta sisanya ditempatkan di dalam saham indeks LQ45.
Bila regulasinya sudah ada, Anggoro mengatakan pihaknya akan menempatkan investasi di negara-negara yang sudah diseleksi ketat. Menurutnya, penempatan investasi dana sosial yang ditempatkan di lebih dari satu negara sudah menjadi hal lazim di negara-negara lainnya.
Baca Juga
"Pertimbangannya sederhana, pasar domestik semakin lama semakin tidak mampu, semantara kita harus pastikan semua hasil investasi punya yield yang baik dengan risiko yang termitigasi," tegasnya.
Meski demikian, Anggoro mengatakan pihaknya saat ini belum menentukan negara tujuan investasi dan juga instrumen investasi apa yang akan dipilih. Dia menegaskan BPJS Ketenagakerjaan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan ini.
"Kita sebenarnya lebih kepada untuk memastikan investasi itu harus punya sebaran risiko. Di dalam negeri pertumbuannnya sudah cukup baik, kita harus punya investasi ke luar negeri juga," pungkasnya.