Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Arah Bisnis Pinjol, Saat 22,68% Pelaku Kredit Macetnya Jebol di Atas 5%

Sebanyak 22 penyelengara P2P lending dari 97 tercatat memiliki kredit macet (TWP90) di atas 5%. Bagaimana prospek bisnis keuangan berbasis teknologi ini?
Akbar Maulana al Ishaqi, Pernita Hestin Untari
Jumat, 8 November 2024 | 10:43
Ilustrasi P2P Lending alias pinjaman online (pinjol). /Freepik.com
Ilustrasi P2P Lending alias pinjaman online (pinjol). /Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 22 penyelengara P2P lending tercatat memiliki kredit macet (TWP90) di atas 5%. Jumlah perusahaan finteh dengan kredit macet ini setara dengan 22,68% dari pelaku usaha pinjaman online (pinjol) yang saat ini mencapai 97 perusaaan. 

Besarnya jumlah pinjol yang memiliki kredit macet tinggi ini disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam paparan kinerja industri belum lama ini (1/11/2024). Meski demikian, OJK menggaris bawahi secara total, nilai kredit macet ini setara dengan 2,38% total pinjaman yang disalurkan. Dengan kata lain, pinjol yang ukurannya relatif kecil menjadi penyumbang kredit macet terbesar. 

Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai ada dua hal yang mempengaruhi masih banyaknya penyelenggara yang berkutat pada masalah kredit macet. 

Pertama adalah credit scoring yang digunakan belum mampu menunjukkan kemampuan bayar yang sebenarnya dari calon borrower,” kata Huda kepada Bisnis pada Rabu (6/11/2024).

Selama ini, Huda bilang, di sektor produktif pun penghitungan credit scoring masih menggunakan data alternatif. Oleh sebab itu, diharapkan integrasi dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK oleh pemain fintech P2P lending dapat segera dilakukan. Hal tersebut sebagai strategi untuk penyaring debitur yang buruk. 

Kedua, Huda menyebut, ketiadaan opsi asuransi kredit sektor produktif juga menjadi penyebab. Padahal, saat ini sebagian besar debitur adalah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena plafon yang ditawarkan maksimal Rp2 miliar. 

“Harusnya ada opsi asuransi kredit dan dijadikan sebagai salah satu value dalam credit scoring serta ditampilkan di halaman borrower sehingga lender bisa mengetahui apakah calon borrowernya mempunyai asuransi atau tidak,” katanya. 

Terakhir Huda melihat bahwa sektor produktif memiliki risiko kredit macet lebih tinggi. Dia mencatat data kredit macet untuk badan usaha juga mengalami peningkatan dan secara agregat lebih dari 5%. Sedangkan untuk kredit macet perorangan mencapai 2%. 

“Artinya untuk sektor produktif mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor konsumtif. Hal ini yang menyebabkan platform P2P Lending lebih memilih menyalurkan ke sektor konsumtif, selain pangsa pasarnya juga lebih besar sektor konsumtif,” katanya.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan TWP90 secara keseluruhan industri per September 2024 memang masih terjaga di 2,38%. Namun, bila dibedah akan terlihat penyelenggara P2P lending yang kredit macetnya sudah mendekati 5%, bahkan jebol di atas 5%.

"Kalau tinggi yang terjadi akan seperti Investree, kemudian perusahaan P2P tersebut collapse karena dia kan harus mengembalikan juga ke pihak ketiga atau pada para investornya," kata Heru kepada Bisnis.

Eks Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia tersebut mengatakan solusi dari kondisi banyaknya P2P dengan kredit macet tinggi ini adalah perbaikan sistem seleksi dan kurasi calon peminjam.

"Karena kalau selama ini kan semua boleh pinjam cukup dengan KTP, dapat duit. Padahal tidak semua memiliki kemampuan membayar," kata Heru.

Halaman
  1. 1
  2. 2
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih telah berpartisipasi dalam kuisioner Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper