Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Seabank Indonesia mengungkapkan layanan pinjaman langsung yang dijalankan bank digital memiliki prospek yang apik kendati kredit bank melalui skema channeling ke industri financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending masih kuat.
Direktur Utama Seabank Sasmaya Tuhuleley menilai bahwa keberadaan P2P lending masih diperlukan oleh segmen pasar di luar jangkauan sistem perbankan. Namun, bank digital dinilai punya keunggulan dengan manajemen risiko yang lebih baik saat merilis pinjaman langsung kepada nasabah.
“Diharapkan bank digital itu akan memiliki manajemen risiko yang lebih baik, karena dia sudah berpengalaman. Apalagi basisnya adalah big data,” katanya menjawab pertanyaan Bisnis di kantor Seabank, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (15/11/2024).
Dia mencontohkan, dengan basis jutaan nasabah di Seabank hingga September 2024, maka bank yang terafiliasi dengan lokapasar Shopee ini dapat menawarkan manajemen risiko dan kualitas kredit yang lebih baik.
Lebih lagi, bank digital juga menawarkan suku bunga kredit yang lebih rendah. Dengan demikian, Sasmaya menyebut bahwa skema yang dijalankan bank digital akan dapat beriringan dengan P2P melalui pasarnya masing-masing.
“Sehingga nanti terjadi moderasi, di mana nasabah-nasabah ini semakin baik, teredukasi, terutama dengan manajemen risiko lebih baik,” tuturnya.
Itu sebabnya, meskipun masih terbilang baru dirintis, dia meyakini bahwa layanan pinjaman langsung bank digital memiliki prospek apik dengan keunggulan-keunggulan tersebut.
Berdasarkan catatan Bisnis, bank masih mendominasi outstanding penyaluran pinjaman oleh fintech P2P lending. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2024, nilai outstanding pinjaman fintech P2P lending mencapai Rp40,54 triliun.
Nilai itu tumbuh 61,01% year on year (YoY) dan setara dengan 56% dari total outstanding pinjaman industri ini yang sebesar Rp72,03 triliun.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch. Amin Nurdin berpendapat bahwa skema channeling memiliki keterkaitan erat dengan konsep berbagi risiko, yakni antara bank dengan fintech.
Dia memperkirakan skema channeling masih akan berlanjut. Pasalnya, bank adalah bisnis yang terkenal highly regulated, sedangkan fintech justru memiliki kemampuan untuk terus menerapkan inovasi baru secara agresif termasuk soal pemberian pinjaman agar tetap kompetitif.
“[Ketika melakukan skema channeling] ada beberapa hal yang mesti diperhatikan [bank] mulai dari tata kelola manajemen fintech, proses kredit fintech, hingga risiko kredit bermasalah [NPL],” katanya kepada Bisnis belum lama ini.