Bisnis.com, JAKARTA – Regulator hingga kalangan pengamat menilai bahwa pangsa pasar atau market share perbankan syariah Tanah Air tergolong kecil, lebih lagi jika mengingat kiprah layanan keuangan berbasis Islam itu yang telah mencapai tiga dekade.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengakui bahwa market share bank syariah di kancah nasional masih mini, meskipun terus mencatatkan pertumbuhan.
Berdasarkan data per September 2024, pangsa pasar perbankan syariah berada pada level 7,44% dari total aset perbankan nasional. Secara industri, aset perbankan syariah meningkat 10,56% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp919,83 triliun.
"Walaupun ini tentu sudah growing, tapi share-nya masih kecil," kata Dian di Jakarta, dikutip pada Senin (11/11/2024).
OJK pun telah mengeluarkan peta jalan alias roadmap pengembangan perbankan syariah yang mencakup pengembangan sumber daya insani, penerapan digitalisasi dan governance.
"Ke depan, kita juga ingin melihat perbankan syariah ini bisa berkembang lebih besar lagi dan di bank syariah itu kita mengharapkan tidak hanya BSI [Bank Syariah Indonesia] yang besar, kita mengharapkan bank syariah lainnya akan bisa sebesar BSI dan tentu akan bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi ke masyarakat," tandasnya.
Baca Juga
Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono menilai bahwa kecilnya pangsa pasar bank syariah berkaitan erat dengan pengembangan yang masih didominasi pendekatan bottom-up, serta minimnya dukungan pemerintah.
“Menurut saya jika kita ingin serius meningkatkan market share perbankan syariah, maka pendekatan top-down perlu semakin diperbesar porsinya,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (16/11/2024).
Yusuf yang juga menjabat Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) ini memandang banyak kebijakan afirmasi yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong market share perbankan syariah.
Hal pertama adalah mengantisipasi agar pemerintah tidak bersaing dengan perbankan syariah dalam memperebutkan "dana-dana syariah", misalnya dengan penerbitan sukuk negara yang sangat masif. Menurutnya, industri perbankan dan keuangan syariah membutuhkan kehadiran sukuk negara untuk pengelolaan likuiditas mereka.
“Namun, penerbitan sukuk negara yang sangat masif, bahkan hingga penerbitan sukuk ritel, telah menggerus potensi dana untuk DPK perbankan syariah,” paparnya.
Langkah yang dinilai lebih maju adalah penempatan dana pemerintah dan/atau BUMN di perbankan syariah. Contoh yang paling sederhana menurutnya adalah menjadikan penggaian atau payroll aparatur sipil negara (ASN) seluruhnya melalui perbankan syariah.
“Kebijakan afirmatif seperti ini akan signifikan mendorong market share perbankan syariah,” tuturnya.
Terakhir, Yusuf berpendapat mengenai langkah paling progresif yang mungkin dilakukan adalah dengan melakukan konversi bank BUMN menjadi bank syariah. Dia mencontohkan skenario apabila bank BUMN terkecil, dalam hal ini PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN, terlibat dalam rancangan aksi korporasi itu.
“Jika BTN dikonversi menjadi bank syariah, sebagaimana kasus konversi bank pembangunan daerah di Aceh, NTB dan juga Riau-Kepulauan RIo, hal ini akan sangat signifikan. Market share perbankan syariah akan langsung menembus 10%,” jelasnya.