Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemodal di Fintech P2P Gugat OJK, Bos AFPI Buka Suara

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) buka suara soal adanya gugatan yang dilayangkan pemodal atau lender di P2P lending kepada OJK.
Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar berbincang dengan Redaktur Pelaksana Bisnis Indonesia Hendri T. Asworo dalam kunjungan ke redaksi, Jumat (26/1/2024)./Bisnis - Eusebio Chrysnamurti.
Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar berbincang dengan Redaktur Pelaksana Bisnis Indonesia Hendri T. Asworo dalam kunjungan ke redaksi, Jumat (26/1/2024)./Bisnis - Eusebio Chrysnamurti.

Bisnis.com, BANDUNG – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) buka suara soal adanya gugatan yang dilayangkan investor alias lender di fintecj P2P lending kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIIP) Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) Jakarta, gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 18/G/2025/PTUN.JKT yang didaftarkan pada Senin 20 Januari 2025. 

Tertera dalam gugatan tersebut, pihak penggugat adalah Josua Decardo Siregar dan pihak tergugat adalah OJK sebagai tergugat 1 dan Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga  Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Agusman sebagai tergugat 2.

Gugatan tersebut dilayangkan karena pihak tergugat merasa ketentuan di dalam SEOJK Nomor 19 Tahun 2023 yang mengatur bahwa seluruh risiko pendanaan P2P lending sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemodal atau lender memberatkan bagi lender.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar terus terang belum mengetahui detail gugatan tersebut.  

"Saya tidak terlalu tahu detailnya apa yang mereka gugat. Tapi secara prinsip, P2P secara prinsipnya ya itu kan peer to peer, lender dengan borrower. Jadi kalau ada macet itu kan risiko bisnis," kata Entjik kepada Bisnis, Kamis (23/1/2025).

Entjik mengatakan saat ini sudah ada upaya perbaikan yang dilakukan OJK, yaitu mengklasifikasi kategori lender menjadi profesional dan non profesional. 

Lender profesional terdiri atas lembaga jasa keuangan dan perusahaan berbadan hukum Indonesia atau asing, kemudian orang perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki penghasilan di atas Rp500 juta per tahun dengan maksimum penempatan dana sebesar 20% dari total penghasilan per tahun pada satu penyelenggara P2P lending.

Selain itu, yang termasuk lender profesional lainnya adalah orang perseorangan luar negeri (non residen), pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pemerintah asing serta organisasi multilateral. 

Di sisi lain, kategori lender non-profesional adalah di luar pihak-pihak yang termasuk kategori lender profesional dan orang perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki penghasilan sama dengan atau di bawah Rp500 juta per tahun, dengan maksimum penempatan dana sebesar 10% dari total penghasilan per tahun pada satu penyelenggara P2P lending.

Adapun untuk porsi nominal outstanding pendanaan oleh lender non-profesional tersebut dibandingkan total nominal outstanding pendanaan harus maksimum 20%. Ketentuan ini berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2028.

Entjik menegaskan pihak lender harus paham dengan prinsip bisnis di dalam P2P lending. Dia berharap pengaturan lender profesional dan non profesional ini bisa menjadi solusi atas persoalan yang terjadi.

"Lender harus paham. Makannya OJK mengatur ada profesional lender. Kalau lender tidak mengerti, bahaya ini. Kan lender harus mengerti, ini ada risikonya, ketika dia setuju, yakin atau tidak, bawah ini risikonya bisa dicover sama dia, tidak ada masalah," tandasnya.

Sebelumnya, Agusman menjelaskan alasan OJK mengatur lender profesional dan non profesional salah satunya adalah untuk meminimalisir potensi risiko yang terjadi akbiat dari kasus gagal bayar.

"Pertimbangan pembatasan terhadap lender non profesional antara lain untuk meningkatkan pelindungan terhadap konsumen dan meminimalisir potensi risiko hukum yang timbul dari kasus gagal bayar, yang selama ini menjadi perhatian dalam industri LPBBTI," kata Agusman.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper