Kerja Sama Harus Untungkan Semua Pihak
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Abdul Kadir melihat ada empat hal yang membuat kerja sama antara BPJS Kesehatan dan asuransi belum optimal.
Pertama, masih belum adanya regulasi teknis pelaksanaan kebijakan Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ) dengan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT).
Kedua, lanjut dia, masih belum ada skema cost sharing antara AKT dengan BPJS Kesehatan. Ketiga, skema penjaminan masih menjadi tantangan karena perbedaan skema penjaminan, AKT sebagian besar menggunakan skema indemnity, sementara BPJS Kesehatan menggunakan skema managed care.
Keempat, masih belum ada kebijakan pola tarif kerja sama antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Pihaknya pun meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan tarif maksimum kepada RS.
Menurut Abdul, penetapan tarif tersebut untuk menghindari adanya fraud dalam penyelenggaraan KAPJ dengan AKT tersebut.
"Kami harapkan Kemenkes menetapkan standar biaya tertinggi untuk setiap RS karena bilamana tidak, RS akan bisa terjadi fraud apabila tidak ada penentuan tarif ini," kata Abdul.
Beberapa waktu lalu, dalam Insurance Forum, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyinggung soal skema CoB, bahwa kerja sama itu harus saling menguntungkan baik untuk peserta, asuransi swasta, dan semua pihak yang terlibat. Menurutnya BPJS Kesehatan tidak harus menjadi pembayar utama.
Menurutnya semua pihak belum memahami dan memiliki persepsi yang sama. Hal tersebut lantaran aturan skema kerja sama antar perusahaan asuransi swasta dan BPJS Kesehatan yang masih belum jelas.
"Jadi harapan BPJS Kesehatan persepsi sama dan menguntungkan semua pihak," kata Ghufron.