Bisnis.com, JAKARTA — OJK mengungkap langkah-langkah penanganan terhadap dua penyelenggara fintech peer-to-peer atau P2P lending yang bermasalah, yaitu PT Tani Fund Madani Indonesia alias TaniFund dan PT Investree Radhika Jaya alias Investree.
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) M. Ismail Riyadi menyatakan bahwa OJK telah melakukan penegakan hukum berupa pencabutan izin usaha terhadap TaniFund dan Investree.
"Kedua penyelenggara pinjaman daring ini tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK," kata Ismail dalam keterangan resminya, dikutip pada Senin (3/1/2025).
Ismail menjelaskan bahwa pasca pencabutan izin usaha, tim likuidasi TaniFund telah mengumumkan pembubaran perseroan melalui beberapa surat kabar pada 1 Agustus 2024. Pengumuman tersebut juga dipublikasikan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Nomor 062 pada 2 Agustus 2024.
Sejak pencabutan izin usaha hingga 31 Desember 2024, OJK menerima tujuh pengaduan terkait TaniFund. Saat ini, OJK mengimbau masyarakat yang ingin menyelesaikan hak dan kewajibannya untuk menghubungi Tim Likuidasi TaniFund, sebagaimana informasi yang tersedia di situs resmi perusahaan.
"Terkait dugaan tindak pidana yang terjadi di TaniFund, hal ini telah ditindaklanjuti dengan melaporkannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan kewenangan," ujar Ismail.
Baca Juga
Sementara itu, OJK mencatat telah menerima 85 pengaduan terkait Investree sejak pencabutan izin usaha hingga 31 Desember 2024. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Investree telah memutuskan penunjukan tim likuidasi yang akan bertugas menyelesaikan hak dan kewajiban perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, OJK juga telah melakukan Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) terhadap AAG (Adrian A. Gunadi), Direktur Utama Investree, berdasarkan POJK Nomor 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan, sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 14/POJK.03/2021.
"Hasil PKPU tersebut tidak menghapuskan tanggung jawab serta dugaan perbuatan pidana yang bersangkutan dalam pengelolaan Investree," jelas Ismail.
Untuk menindaklanjuti aspek hukum, Penyidik OJK telah berkoordinasi secara intensif dengan aparat penegak hukum guna memastikan penanganan kasus ini berjalan efektif.
"Melalui kerja sama dengan Polri, telah diajukan permohonan red notice oleh Interpol RI kepada Interpol Pusat di Lyon, serta permohonan pencabutan paspor kepada Direktorat Jenderal Imigrasi," tambahnya.
Ismail juga menyebut bahwa melalui kolaborasi antara Penyidik OJK dan Polri, dua tersangka diharapkan dapat segera dihadirkan guna melanjutkan proses hukum.
"Langkah ini diambil agar ada kepastian hukum bagi para investor di Investree," ujar Ismail.
Menanggapi permasalahan yang terjadi di eFishery, Ismail menegaskan bahwa entitas tersebut bukan lembaga jasa keuangan dan tidak berada di bawah pengawasan OJK.
"Namun demikian, OJK terus memantau perkembangan penyelesaian masalah di eFishery serta dampaknya terhadap lembaga jasa keuangan lainnya," pungkasnya.