Bisnis.com, JAKARTA – Belum semua pemberi dana atau lender fintech P2P lending atau pinjaman online menerima ketentuan bahwa seluruh risiko pendanaan dalam P2P lending menjadi tanggung jawab lender. Buktinya, belakangan ini beberapa kasus gugatan dari pihak lender dilayangkan ke Pengadilan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Operasional PT Sahabat Mikro Fintek (Samir) Junjungan Prama Rumapea menilai ketentuan pembagian risiko dalam pinjaman P2P lending yang diatur di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) Nomor 19 Tahun 2023 sudah cukup menegaskan, bahwa risiko pendanaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab lender.
"Hal ini sejalan dengan prinsip dasar P2P lending, di mana penyelenggara bertindak sebagai perantara, bukan sebagai penjamin investasi," kata Junjungan kepada Bisnis, Rabu (5/2/2025).
Namun, lanjut dia, dari perspektif industri menurutnya masih ada ruang untuk peningkatan dan perbaikan regulasi tersebut, terutama dalam aspek edukasi kepada lender agar teredukasi mengenai risiko pendanaan secara lebih mendalam sebelum berinvestasi.
Dalam SE OJK 19/2023 mengatur bahwa seluruh risiko pendanaan yang timbul dalam transaksi P2P lending ditanggung sepenuhnya oleh lender. Sementara penyelenggara P2P lending bertanggung jawab dalam hal terjadi kelalaian atau kesalahan yang disebabkan oleh penyelenggara P2P lending dan menimbulkan kerugian bagi lender.
Sesuai aturan tersebut, Junjungan mengatakan bahwa untuk memastikan pinjaman yang tersalurkan dari lender dapat kembali tepat waktu, Samir menerapkan berbagai strategi mitigasi risiko kredit seperti seleksi ketat borrower dengan proses credit scoring berbasis data yang komprehensif.
Baca Juga
Selain itu, Samir juga melakukan pemantauan portofolio secara berkala untuk mengidentifikasi potensi risiko lebih awal, peningkatan efektivitas penagihan melalui kerja sama dengan mitra yang sesuai regulasi, serta edukasi kepada borrower agar memiliki kesadaran dalam menjaga kewajiban pembayaran.
"Kami juga telah menerapkan mitigasi risiko melalui kerja sama dengan penyedia asuransi untuk melindungi sebagian portofolio pendanaan, sehingga dapat memberikan perlindungan lebih bagi lender dalam kondisi tertentu," jelasnya.
Dalam upaya mitigasi kasus-kasus gugatan dari lender, Junjungan mendukung kebijakan OJK yang mengatur klasifikasi lender non profesional dan profesional. Harapannya, lender yang berinvestasi di P2P lending bisa terkurasi bahwa mereka sudah paham dan terliterasi tentang risiko dalam bisnis ini.
"Dalam praktiknya, kami terus meningkatkan transparansi informasi, menyediakan edukasi finansial, serta menekankan prinsip risk disclosure kepada lender agar keputusan pendanaan lebih matang dan sesuai dengan profil risiko mereka. Kami tetap berkomitmen untuk menjaga keseimbangan ekosistem P2P lending yang sehat dan berkelanjutan, serta terus berkoordinasi dengan AFPI dan OJK dalam perbaikan regulasi yang lebih optimal bagi seluruh pemangku kepentingan," pungkasnya.