Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPJS Kesehatan Beberkan Bukti Keuangan JKN Aman: Aset Bersih DJS Rp49,36 Triliun

Salah satu indikator dana jaminan sosial JKN dalam kondisi sehat adalah kecukupan pembayaran klaim mencapai 3,38 bulan, di atas batas minimal 1,5 bulan.
Karyawati melayani peserta di salah satu kantor cabang BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (14/6/2022). / Bisnis-Suselo Jati
Karyawati melayani peserta di salah satu kantor cabang BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (14/6/2022). / Bisnis-Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan mencatatkan aset bersih Dana Jaminan Sosial Rp49,36 triliun pada 2024. Angka tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84/2015 tentang Pengelolaan Dana Jaminan Sosial.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan bahwa berdasarkan regulasi tersebut, kesehatan keuangan aset DJS diukur dengan memastikan aset bersih mampu mencukupi pembayaran klaim untuk minimal 1,5 bulan dan maksimal enam bulan ke depan. Saat ini, kecukupan klaim tercatat mencapai 3,38 bulan.

“Hal ini menunjukkan keuangan Program JKN dalam kondisi baik,” kata Rizzky kepada Bisnis, Selasa (25/3/2025).

Pada 2023, beban jaminan pelayanan kesehatan yang digelontorkan BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp158,85 triliun. Angka tersebut meningkat pada 2024 menjadi Rp175,07 triliun (unaudited).

“Hal tersebut menjadi bukti bahwa semakin banyak masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya jaminan kesehatan,” ujar Rizzky.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengingatkan meskipun kondisi keuangan BPJS Kesehatan saat ini dalam keadaan sehat, potensi defisit tetap ada jika tidak ada penyesuaian iuran. Dia menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53/2018, kondisi keuangan BPJS Kesehatan telah diperbaiki dibandingkan sebelumnya. 

“BPJS Kesehatan itu sekarang dalam keadaan sehat, sehat walafiat,” kata Ghufron usai Konferensi Pers terkait dengan ‘Layanan Program JKN saat Libur Lebaran Tahun 2025’ di Jakarta pada Rabu (19/3/2025). 

Namun demikian, Ghufron mengakui adanya tren peningkatan pemanfaatan layanan (utilisasi) yang menyebabkan biaya per unit layanan (unit cost) meningkat. Ghufron juga menyoroti fenomena inflasi medis yang dapat berdampak pada pembiayaan kesehatan. Dia mengatakan bahwa inflasi medis itu setiap saat terjadi. Namun umumnya inflasi medis itu lebih tinggi daripada inflasi umum. 

“Tetapi di Indonesia sebenarnya tidak sepenuhnya seperti itu. Kalau di luar negeri kan bisa 11%. Inflasi medisnya ya. Inflasi umum mungkin 6%. Indonesia bisa kurang daripada itu,” kata Ghufron

Namun, menurutnya, pendapatan dari iuran peserta yang dikumpulkan oleh BPJS Kesehatan belum sepenuhnya mampu menutupi kenaikan biaya layanan kesehatan. 

“Tapi premi yang kami kumpulkan kurang bisa menutup itu. Jadi suatu ketika kami semua bisa mati [defisit]. Itu harus disadari kalau suatu ketika. Suatu ketika BPJS juga bisa defisit. Tidak sehat. Kalau enggak disesuaikan,” tegasnya.

Ghufron menegaskan bahwa BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan untuk menentukan atau mengimplementasikan kenaikan iuran. Menurutnya, hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59/2024, dan BPJS Kesehatan masih menunggu keputusan lebih lanjut terkait penyesuaian iuran.

“Sekarang sedang disesuaikan, diatur di dalam Peraturan Presiden 59 [2024],” katanya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper