Bisnis.com, JAKARTA – Proteksi asuransi jiwa dalam program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kian menantang. Pasalnya, kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) KPR rumah tangga per Mei 2025 tembus 3,17%, memburuk dibanding akhir 2024 yang sebesar 2,61%. Rasio NPL KPR rumah tangga ini menjadi rekor terburuk dalam empat tahun terakhir, bahkan lebih buruk dibanding masa pandemi Covid-19 pada 2020 pada level 2,65%.
Fauzi Arfan, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko dan GCG Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), mengatakan perlu dukungan regulator untuk menjaga keberlanjutan dan kualitas proteksi asuransi jiwa terhadap program KPR pemerintah.
"Produk asuransi jiwa kredit masih memiliki peran penting dalam mendukung stabilitas pembiayaan sektor perumahan. Namun, untuk menjaga keberlanjutan dan kualitas proteksi, industri memerlukan dukungan regulator," kata Fauzi kepada Bisnis, Senin (21/7/2025).
Adapun pertumbuhan KPR rumah tangga dalam lima bulan pertama 2025 tercatat melambat pada level 7,98% YoY. Pertumbuhan ini menjadi pertumbuhan terendah sejak 2022. Meski demikian, Fauzi melihat kebutuhan proteksi asuransi jiwa dalam program KPR tetap tinggi.
"Kebutuhan proteksi atas KPR diperkirakan akan tetap tinggi seiring meningkatnya permintaan terhadap hunian layak, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan menengah," tegasnya.
Fauzi merinci, beberapa dukungan regulator yang diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan kualitas proteksi asuransi jiwa dalam program KPR antara lain adalah penguatan kebijakan mitigasi risiko dan tata kelola produk asuransi jiwa kredit, kemudian peningkatan literasi masyarakat terkait pentingnya perlindungan jiwa dan properti.
Baca Juga
"Diperlukan juga dukungan regulator berupa insentif bagi perusahaan asuransi yang berpartisipasi dalam program KPR subsidi, serta fasilitasi kerja sama yang sehat antara pelaku industri asuransi dan perbankan, sehingga tercipta ekosistem proteksi yang adil dan berorientasi pada kepentingan konsumen," tegasnya.
Adapun saat ini pemerintah punya program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk KPR rumah subsidi. Sebagai ketentuan KPR FLPP, suku bunga flat 5% yang ditetapkan tersebut sudah termasuk premi asuransi jiwa, asuransi kebakaran dan asuransi kredit.
Ketentuan tersebut diatur di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Dalam Pasal 25 dijelaskan, bahwa suku bunga KPR yang ditetapkan sudah termasuk premi asuransi jiwa, asuransi kebakaran dan asuransi kredit/pembiayaan.
Dari perspektif bisnis, Fauzi menilai agar produk proteksi KPR tetap berkelanjutan secara bisnis industri asuransi jiwa perlu menerapkan strategi penilaian risiko yang komprehensif, berbasis prinsip aktuaria dan proses underwriting yang ketat.
Dengan begitu, menurutnya penetapan tarif premi asuransi KPR harus mempertimbangkan tingkat risiko dan tren NPL, pengalaman klaim historis, profil demografis dan kemampuan bayar debitur, skema kerja sama dengan mitra perbankan.
"Sinergi yang kuat dengan lembaga penyalur KPR (bank/lembaga pembiayaan) juga menjadi kunci penting dalam menjaga kualitas portofolio serta meningkatkan efektivitas distribusi dan pengelolaan risiko," tegasnya.
Meskipun proteksi program KPR semakin menantang, Fauzi menegaskan bahwa industri asuransi jiwa pada dasarnya mendukung program-program pemerintah, termasuk KPR subsidi maupun non-subsidi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Namun, sambungnya, melihat dinamika risiko yang berkembang termasuk meningkatnya NPL dan melambatnya pertumbuhan KPR, diperlukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai keterlibatan industri asuransi jiwa.
"Hal ini mencakup mekanisme penilaian risiko [risk assessment], skema pembagian risiko, dan kejelasan perlindungan agar keberlangsungan bisnis perusahaan tetap terjaga tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat," pungkasnya.