Bisnis.com, JAKARTA — Tren penurunan suku bunga dan prospek pelonggaran kebijakan moneter memberi angin segar bagi pasar surat utang korporasi.
Sektor perbankan menjadi salah satu yang paling agresif memanfaatkan momentum ini dengan menyiapkan penerbitan obligasi jumbo.
Head of Economic Research Division PEFINDO, Suhindarto mengungkapkan bahwa hingga akhir Mei 2025 terdapat mandat dari enam perusahaan sektor perbankan untuk menerbitkan surat utang yang masih belum listing, dengan total nilai rencana sebesar Rp17,9 triliun.
Dia menyebut bahwa jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan sektor industri lainnya, menandakan dominasi sektor perbankan di pasar obligasi korporasi tahun ini.
“[Jumlahnya] merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan mandat dari sektor industri lainnya,” ujar Suhindarto kepada Bisnis, dikutip Minggu (15/6/2025).
Menurut dia, penurunan suku bunga menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi turunnya tingkat kupon, sehingga menekan biaya dana yang harus ditanggung perbankan. Di tengah tekanan likuiditas dan peningkatan penyaluran kredit, bank cenderung mencari sumber pendanaan alternatif di luar dana pihak ketiga (DPK).
“Oleh karena itu, prospek kebijakan moneter yang lebih akomodatif ini akan berpengaruh positif bagi prospek penerbitan obligasi atau surat utang korporasi dari sektor perbankan,” kata Suhindarto.
Menurut dia,iklim suku bunga murah yang telah menurunkan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN), acuan kupon obligasi korporasi pun dimanfaatkan oleh kalangan perbankan untuk menggalang dana.
Adapun, sejumlah bank yang ikut serta dalam penerbitan ini antara lain BRI dengan Rp5 triliun, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) senilai Rp5 triliun, anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yaitu PT Bank Mandiri Taspen sebesar Rp1,5 triliun, dan PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) dengan Rp1,5 triliun.
Selain bank konvensional, bank syariah seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) juga turut menerbitkan sukuk senilai Rp5 triliun.
Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan menilai tren penurunan suku bunga menjadi salah satu faktor yang mendorong bank menerbitkan obligasi.
Selain itu, kebutuhan akan pendanaan tambahan guna mendukung strategi pertumbuhan dan menjaga likuiditas juga menjadi pendorong utama.
“Menurut saya, hal ini terjadi karena tren suku bunga yang menurun, adanya rencana strategis yang membutuhkan tambahan dana, serta untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank,” ujar Trioksa kepada Bisnis, Kamis (12/6/2025).
Di sisi lain, dia menjelaskan bahwa dalam kondisi suku bunga rendah, investor cenderung mencari instrumen dengan imbal hasil tetap seperti obligasi sehingga produk ini menjadi lebih menarik.
Kendati demikian, Trioksa mengingatkan bahwa biaya dana dari penerbitan obligasi biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan dana dari DPK seperti tabungan dan giro.