Bisnis.com, JAKARTA – Skema co-payment asuransi kesehatan yang mulanya akan berlaku 1 Januari 2026 ditunda. Penundaan tersebut dilakukan sampai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) sebagai pengganti Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 yang mengatur co-payment.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan penyusunan POJK tersebut akan berkoordinasi dengan Komisi XI DPR RI
"POJK ini akan disusun dengan mekanisme rule making rule sebagaimana diatur di dalam ketentuan yang berlaku di OJK, dan perlu dikonsultasikan dengan Komisi XI sebelum diundangkan. Tentunya jadwal ini tergantung pembahasan lebih lanjut," kata Ogi dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juni 2025, Selasa (8/7/2025).
Ogi menjelaskan POJK tersebut dirancang untuk memperkuat landasan hukum dan memperluas cakupan pengaturan dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan serta ekosistem stakeholders lainnya.
Selain co-payment, POJK yang sedang disusun OJK saat ini juga akan mengakomodir ketentuan-ketentuan lainnya yang sebelumnya tertuang dalam SEOJK 7/2025
Ketentuan tersebut secara garis besar ada tiga hal, yaitu kapabilitas digital perusahaan asuransi untuk mendorong efisiensi dan kolaborasi data dengan fasilitas kesehatan, kapabilitas medis untuk memastikan layanan kesehatan diberikan sesuai dengan clinical pathways, serta pembentukan Medical Advisory Board (MAB) sabagai mekanisme penjaminan mutu dan pertimbangan klinis dalam layanan asuransi kesehatan.
Baca Juga
"Jadi ekosistem itu cukup luas nantinya, tidak hanya aturan masalah co-payment. Tentunya pembahasn co-payment dibahas lebih lanjut dengan memperhatikan berbagai aspek," ujar Ogi.
Ogi menegaskan, melalui tiga kapabilitas yang akan diatur dalam POJK tersebut diharapkan dapat membuat perusahaan asuransi dapat bertransformasi menjadi lebih baik.
"Tentu POJK nanti kita akan melalukan FGD atau pembahasan dengan stakeholders terkait POJK yang akan kita atur," tegasnya.
OJK berharap melalui pengaturan asuransi kesehatan ini para akhirnya akan meningkatkan kontribusi asuransi swasta dalam memberikan proteksi kesehatan masyarakat Indonesia.
Ogi menjabarkan, data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa total belanja kesehatan di Indonesia pada 2023 sebesar Rp614,5 triliun, dan dari jumlah tersebut sebanyak 28,6% atau Rp175,5 triliun adalah belanja kesehatan yang dikeluarkan sendiri oleh masyarakat alias out of pocket.
"Yang asuransi kesehatan komersial kontirbusinya hanya 5%, yaitu sekitar Rp30 triliun di 2023. Diharapkan kontribusi asuransi kesehatan swasta di tahun-tahun ke depan lebih berperan, kontribusinya lebih meningkat," pungkasnya.