Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman mencatatkan laba industri pembiayaan atau multifinance sebesar Rp11,51 triliun pada Juni 2025, hanya tumbuh 0,81% (year on year/YoY).
Dari materi yang disampaikannya dalam konferensi pers daring OJK RDKB Juli 2025 kemarin, piutang pembiayaan selama semester I/2025 tercatat tumbuh 1,96% (YoY) atau menjadi Rp501,83 triliun, dengan non-performing financing (NPF) gross sebesar 2,55% dan NPF net sebesar 0,88%.
“Piutang multifinance diproyeksikan akan tetap tumbuh positif 2025 ini, meskipun terdapat risiko lebih rendah pertumbuhannya dari proyeksi semula 8%—10%, sehingga diperlukan peningkatan piutang pembiayaan yang lebih besar ke depan,” katanya pada Senin (4/8/2025).
Oleh sebab itu, Agusman menilai bahwa industri multifinance diperkirakan dapat tetap tumbuh positif atau tetap memiliki potensi bisnis yang baik, meskipun ada tantangan seperti ketidakpastian ekonomi global.
OJK, katanya, akan memberikan ulasan (review) secara berkala terkait proyeksi pertumbuhan pembiayaan multifinance dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian yang ada.
Lebih jauh, dia berujar bahwa dalam rangka memberikan stimulus industri multifinance OJK sedang mempersiapkan langkah-langkah deregulasi pengaturan secara terukur.
Baca Juga
“Antara lain pelonggaran uang muka pembiayaan dan persyaratan fasilitas pendanaan pada industri multifinance. Kita berharap langkah deregulasi ini mampu membuat pembiayaan di industri multifinance terus berkembang sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional kita,” tuturnya.
Daya Beli Masyarakat Turun Bikin Leasing Boncos
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiranto beranggapan bahwa laba industri multifinance per Juni 2025 hanya mampu mencapai 0,8% karena sisi piutang pembiayaan tak menyentuh target yang ada.
“[Pertumbuhan piutang] 1,96% nah itulah penyebabnya, Kan kita menargetkan kurang lebih sekitar 6%—8%, tetapi kita hanya tumbuh segitu, ya, jadi tentu akan terkena dampaknya terhadap pertumbuhan laba,” katanya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025).
Adapun, lanjutnya, piutang pembiayaan ini tidak bisa mencapai target karena adanya penurunan daya beli.
Belakangan lesunya daya beli masyarakat tergambar dalam fenomena rojali alias rombongan jarang beli. Banyak masyarakat yang menginginkan kendaraan, tetapi tidak sanggup membeli atau mereka menjadi rohana alias rombongan hanya tanya.
Suwandi juga menyoroti laba multifinance banyak tergerus oleh NPF yang sempat naik. Karena ini pula, berdampak pada pembelian kendaraan.
“Terus terang juga kan banyak PHK, penyebabnya juga ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Maka pemerintah sedang juga memikirkan bagaimana stimulus apa yang bisa diberikan kepada real sector. Juga mungkin masyarakat juga tidak prioritas untuk beli kendaraan dulu, prioritasnya adalah untuk kebutuhan primer mereka,” jelas dia.