Bisnis.com, JAKARTA--DBS Bank memprediksi Federal Reserve akan bertindak lebih agresif dengan melakukan pengerekan suku bunga sebanyak empat kali pada 2017.
Gundy Cahyadi, Vice President Economic & Curreny Research DBS Bank, menyampaikan secara keseluruhan mata uang global tertekan terhadap penguatan dolar AS pada tahun ayam api. Faktor utama yang memengaruhi ialah rencana pengerekan suku bunga Federal Reserve.
DBS memandang, instrumen Fed Fund Rate (FFR) bakal mengalami peningkatan sebanyak 4 kali secara bertahap pada 2017, cenderung lebih agresif dari proyeksi pasar sejumlah 2 kali. Adapun Bank Sentral AS sendiri merencanakan pengerekan FFR sebanyak 3 kali.
Bila dilakukan 4 kali, maka pengerekan FFR sebesar 25 basis poin masing-masing dilakukan dalam pertemuan The Fed (FOMC) di bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Saat ini, posisi suku bunga AS ialah 0,5%-0,75%.
"Saat pertemuan di tiap akhir kuartal yang melakukan live conference, kami perkirakan di situlah kenaikan FFR dilakukan," ujarnya di Jakarta, Selasa (28/2/2017).
Ada dua sentimen utama yang menjadi basis The Fed dalam mengerek suku bunga, yakni data inflasi dan pertumbuhan pekerja. Meskipun masih ada kekhawatiran global, lanjut Gundy, pejabat The Fed masih akan berkonsentrasi pada dua faktor tersebut di dalam negeri.
Memang pada tahun lalu bank sentral mengerem pengerekan FFR akibat kekhawatiran terhadap situasi global yang berlebihan. Sebelumnya The Fed merencanakan pengerekan FFR sebesar 75 basis poin secara bertahap pada 2016.
Namun demikian, pada Maret 2016 pasar masih memprediksi perekonomian China anjlok, sehingga penaikan suku bunga berpotensi semakin mendorong volatilitas global. Kekhawatiran berlebihan ini pupus karena PDB China masih dianggal stabil di level 6,7% pada tahun lalu.
Adapun pada Juni 2016, pasar dibayangi kegelisahan kemungkinan Inggris keluar dari Uni Eropa, yang akhirnya benar terjadi. Padahal, secara global dampak Brexit terbilang kecil. Efek negatif yang cukup besar justru dirasakan oleh Negeri Britania Raya sendiri.
Sementara pada September 2016, langkah The Fed tersendat oleh prosesi pemilihan umum presiden AS. Baru pada Desember, FFR mengalami pengerekan 25 basis poin.
"Aksi yang diambil Fed pada tahun lalu kami lihat cenderung seperti BOC (Bank of China), yang artinya kebijakan dipengaruhi perkembangan market global. Padahal mandat mereka dua hal itu [data inflasi dan tenaga kerja], bukan equity," paparnya.
Menurut DBS, pengerekan FFR yang berimbas kepada penguatan dolar AS akan menjadi tema yang dominan sepanjang tahun ini.
Sentimen hawkish terhadap suku bunga berdasar kepada perekonomian Paman Sam yang telah kembali di level full-employment. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan penambahan 227.000 orang pekerja sepanjang Januari 2017, tingkat penyerapan tenaga kerja paling tinggi dalam empat bulan terakhir. Penambahan tenaga kerja tersebut juga jauh di atas rata-rata penyerapan 163.000 pekerja per bulan pada 2017 yang diproyeksikan ekonom.
Tingkat inflasi juga sudah mencapai target The Fed sebesar 2%, yakni 2,1% pada Januari 2017. Angka ini masih lebih tinggi dari inflasi Jepang yang masih 0%, dan zona Eropa sebesar 1%. Sampai akhir tahun ini, DBS memprediksi tingkat inflasi AS mencapai 2,5%, dan PDB menjadi 2,7%.