Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah ketidakpastian ekonomi global, dua bank milik pemerintah memiliki strategi berbeda dalam menyalurkan kredit korporasi.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan akan tetap mengejar pertumbuhan dua digit penyaluran kredit ke debitur korporasi pada tahun ini, walaupun sepanjang tahun lalu mengalami perlambatan.
Wakil Direktur Utama BNI Herry mengatakan peluang segmen korporasi masih sangatlah besar meskipun hanya tumbuh sebesar 9,8 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Untuk kredit korporasi kami proyeksikan dapat tumbuh pada kisaran 10 persen hingga 12 persen tahun ini. Beberapa proyek infrastruktur serta modal kerja untuk korporasi-korporasi pilihan telah masuk dalam pipeline kami," katanya kepada Bisnis, Jumat (31/1/2020).
Direktur Keuangan BNI Ario Bimo sebelumnya mengatakan kredit korporasi yang disalurkan perseroan didominasi oleh sektor usaha manufaktur, listrik, gas, dan air pada tahun lalu. Pinjaman ke infrastruktur masih menjadi salah satu prioritas BNI dalam menumbuhkan pinjaman segmen bisnis korporasi, salah satunya adalah proyek jalan tol.
Dia menjelaskan pembiayaan jalan tol yang dilakukan bank dengan logo 46 ini difokuskan pada ruas-ruas tol dengan tingkat lalu lintas harian rata-rata yang tinggi, terutama ruas-ruas tol di Pulau Jawa.
Baca Juga
Pada 2019 perseroan mencatatkan penyaluran kredit secara total senilai Rp556,77 triliun atau naik 8,6 persen yoy dari Rp512,78 triliun pada 2018.
Di samping itu, BNI juga menutup 2019 dengan peningkatan rasio kredit bermalasalah (non performing ratio/NPL) berada di level 2,3 persen menjadi Rp2,4 triliun, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat di level 1,9 persen. Salah satu penyebabnya sektor pertambangan.
Oleh karena itu, perseroan akan fokus melakukan perbaikan kualitas aset dengan lebih selektif dalam proses pemilihan debitur. BNI juga akan memprioritaskan sektor yang prospektif dengan risiko yang terukur.
Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan akan menurunkan porsi pembiayaan ke debitur korporasi tahun ini karena peningkatan rasio kredit bermasalah.
Perseroan mencatat rasio NPL secara gross berada di level 2,80 persen menutup 2019. Padahal pada 2018, perseroan membukukan rasio NPL di level 2,27 persen.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan segmen korporasi menjadi penyebab utama peningkatan NPL, sehingga ke depan perseroan akan mengurangi porsi portofolio kredit di segmen tersebut.
"Segmen korporasi memang menyumbang NPL, tetapi kami sedang melakukan konsolidasi dengan menurunkan porsi di korporasi. Pada segmen korporasi, kami akan lebih berorientasi di transaction banking untuk menyasar wholesale CASA [dana murah]," jelas Sunarso.
Berdasarkan presentasi perseroan, NPL segmen korporasi secara gross tercatat di level 8,76 persen pada 2019, meningkat jauh jika dibandingkan dengan 2018, yang tercatat sebesar 5,49 persen.
Kredit perseroan juga tercatat hanya tumbuh satu digit atau 8,4 persen yoy menjadi Rp908,8 triliun pada 2019. Pada 2018, pertumbuhan kredit masih tercatat tinggi, yakni meningkat 14,1 persen yoy.
Adapun, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan selama 2019, kredit perbankan memang mengalami perlambatan drastis, termasuk kredit untuk debitur korporasi.
Piter memproyeksikan pada tahun ini akan ada peluang kredit korporasi tumbuh meski tidak terlihat signifikan pada awal 2020. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan disebutkan apabila virus corona bisa cepat ditanggulangi.
"Tahun 2020 saya perkirakan ada peluang membaik dengan asumsi virus corona bisa cepat ditanggulangi. Namun, tidak berarti di awal tahun ini akan langsung lompat," katanya kepada Bisnis, Senin (3/2/2019).
Piter menjelaskan jatuhnya harga komoditas menjadi penyebab kredit tumbuh melambat tahun lalu. Akibatnya daya beli sebagian masyarakat yang bergantung kepada produk komoditas seperti petani sawit menurun, sehingga permintaan kredit juga menjadi sangat terbatas.
Di samping itu, kualitas kredit disektor-sektor komoditas juga memburuk sehingga mendorong kenaikan kredit bermasalah perbankan.
Piter menilai perbaikan harga komoditas akan mendorong naik daya beli masyarakat dan bisa memicu meningkatnya kembali permintaan kredit.
"Terlebih lagi bila Bank Indonesia benar-benar melanjutkan pelonggaran moneter dan kebijakan omnibus law bisa efektif memperbaiki iklim investasi. Saya perkirakan 2020 akan lebih baik," katanya.
Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit korporasi per Desember 2019 sebesar Rp2.834,3 triliun, tumbuh melambat dari 7,4 persen yoy pada November 2019 menjadi 5,9 persen yoy pada akhir 2019.