Bisnis.com, JAKARTA – Industri asuransi diminta menekan beban operasional menjadi lebih wajar agar bisnis termasuk segmen asuransi kredit lebih sehat ke depan.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK periode 2012-2017 mengatakan beban operasional menyebabkan bisnis seperti asuransi kredit semakin tidak sehat.
Pasalnya saat rasio klaim asuransi kredit meningkat, beban operasional juga melonjak. Dia menyebut beban operasional perusahaan asuransi mencapai 30%-35%. Pada saat yang sama, rasio klaim juga meningkat.
Pada kasus asuransi kredit, rasio klaim mencapai 75,6% pada 2023. Klaim mendaki menjadi 83,7% pada kuartal I/2024. Lalu pada kuartal III/2024 menjadi 85,5%. Meski sempat turun di posisi 85,3% per akhir tahun 2024, kondisi ini tidak berlangsung lama karena pada kuartal I/2025 rasio meningkat menjadi 90,3%.
“Sebetulnya cost yang paling wajar itu adalah sewa gedung [dan] biaya pegawai. Kira-kira [beban operasional] 10% lah masih oke, tapi kalau sampai 30-35% itu artinya ga wajar. Jadi combine ratio kita tuh kalau 90% masih bagus perusahaan asuransi, kalau 95% [sudah] tidak bagus,” katanya dalam Insurance Forum 2025 beberapa waktu lalu, dikutip Senin (21/7/2025).
Alhasil, katanya, perusahaan asuransi hanya memperoleh pendapatan dari hasil investasi. Terlebih jika combine ratio tembus melewati 97% sehingga portofolio perusahaan tercoreng dan produktivitas semakin menurun.
Baca Juga
“Kalau kita bisa mengurangi expense ratio kita, barangkali premi lebih murah, pelayanan lebih bagus,” jelas Firdaus.
Baginya batas aman klaim asuransi berada pada level 40% dan reasuransi 60%.
Firdaus menyebut, peningkatan biaya operasional tidak lepas dari persaingan bisnis yang ketat. Saat ini jumlah perusahaan asuransi umum mencapai 72 dan reasuransi mencapai 8. Persaingan ketat memicu perusahaan meningkatkan belanja operasional untuk menggaet nasabah.
Firdaus menuturkan agar biaya operasional dapat ditekan perlu adanya pembenahan proses underwriting. Dia menganggap para underwriter kerap menyampingkan analisis risiko terhadap nasabah yang ingin menggunakan produknya sehingga menghambat arus premi perusahaan.
Di samping itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan lonjakan rasio asuransi kredit karena sedang tahap adaptasi dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.20 tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship syariah atau Suretyship Syariah.
"Dengan ketentuan yang berlaku per 20 Desember 2024 untuk kredit asuransi memang terjadi kontraksi yang luar biasa, surety juga terjadi kontraksi yang luar biasa," kata Budi dalam konferensi pers di kantor AAUI, Jumat (13/6/2025).